DEMAKMU.COM | YOGYAKARTA — Pemahaman seputar ketarjihan itu sangat penting, terutama bagi kader Muhammadiyah di timur tengah yang memang belajar kajian keislaman dengan berbagai latar belakang mazhab yang berbeda. Keragaman tersebut perlu dijalin dan disatukan dalam sebuah pandangan bersama, yakni pandangan Muhammadiyah yang tidak terikat mazhab namun sama sekali tidak anti mazhab.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Prof. Dr. Syamsul Anwar menyampaikan hal tersebut dalam pembukaan kegiatan Sekolah Tarjih 2, Sabtu(13/8). Dilangsungkan secara daring, Sekolah Tarjih tahun ini diselenggarakan oleh PCIM Maroko dan PCIM Pakistan sebagai tuan rumah bekerjasama dengan Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan PCIM se-Afrika dan Timur-Tengah.
Menurut Prof. Syamsul, wawasan ketarjihan sudah seharusnya diketahui oleh para kader ulama Muhammadiyah. Sebab mereka inilah yang diharapkan melanjutkan dan mengisi pos-pos perjuangan di Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Tarjih sendiri, lanjut beliau, maknanya ialah menguatkan. Dalam artian menguatkan salah satu dalil atau suatu pandangan fiqh berdasarkan dalil yang terkuat. Namun di Muhammadiyah maknanya berkembang. Ia adalah suatu upaya untuk memahami ajaran agama Islam, baik upaya tersebut berbentuk tarjih ataupun ijtihad. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah metode yang disebut dengan manhaj tarjih.
“Kita sering mendapat keluhan bahwa Muhammadiyah kekurangan kader ulama. Maka melalui Sekolah tarjih ini, diharapkan para peserta selain mampu memahami manhaj tarjih secara komprehensif, juga kelak dapat mengisi kekosongan kader ulama tersebut,” tambahnya.
Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa manhaj tarjih Muhammadiyah ini bukan hal baru, ia seperti ramuan dari berbagai metode para ulama. Manhaj tarjih ialah manhaj dalam memahami keempat aspek agama Islam; aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah yang bersumber pada Alquran dan sunnah sebagaimana yang dipahami, diinterpretasikan, dan diimplementasikan oleh Muhammadiyah.
Pesan Untuk Para Mahasiwa di Timur Tengah
Suatu ketika, saat berkunjung ke Kairo dan berbagi ke salah satu kelompok mahasiswa, Prof. Syamsul ditanya oleh salah seorang mahasiswa. “Pak, apa kami harus hadir setiap hari di kuliah?”
Tentu saja Prof. Syamsul memahami mengapa pertanyaan itu diangkat karena memang di sana kuliah tidak diabsen. Presentase kehadiran juga tidak berpengaruh sama sekali ke nilai kelulusan. Yang penting bisa menjawab soal ujian ia akan lulus. Namun beliau tetap menjawab bahwa kehadiran kuliah itu amat penting.
“Kalian harus tetap hadir setiap hari meski tidak diabsen. Karena di bangku perkuliahan terjadi interaksi sesama mahasiswa asing, interaksi dengan dosen, berdiskusi, berdebat dan berdialektika dalam keilmuan di kelas. Ini merupakan salah satu bagian penting dalam proses pembelajaran. Harus banyak bergaul dengan mahasiswa asing juga agar bahasa arabnya kuat, jangan dengan mahasiswa Indonesia terus.” Ujarnya.
Terakhir, beliau bercerita rencananya hendak mengadakan kajian kitab ilmu falak yang ditargetkan dapat menjadi kompetensi lulusan PUTM. Kajian ini akan dilakukan juga secara online agar dapat diikuti oleh para kader ulama lainnya. “Yang tidak boleh lepas juga dari kompetensi kader ulama Muhammadiyah, ialah mampu menguasai ilmu falak.” Tegasnya.
Sekolah Tarjih akan dilangsungkan selama dua minggu dimulai tanggal 14-28 Agustus. Kegiatan ini diikuti oleh para utusan dari berbagai PCIM se-Afrika dan Timur Tengah seperti PCIM Mesir, PCIA Mesir, PCIM Maroko, PCIM Pakistan, PCIM Saudi, PCIM Sudan, PCIA Sudan, PCIM Tunisia, PCIM Turki, PCIM Yaman dan PCIM Libya.
Sumber : rilis Hdn