KEDIRI – Pluralitas, kebhinekaan, atau keragaman merupakan sunatullah. Karenanya, kehidupan manusia terutama umat muslim meniscayakan untuk menghargai setiap perbedaan yang ada dan merawatnya sebagai sebuah khazanah.
Di dalam Alquran Surat Al Hujurat ayat 13, Allah menegaskan soal tujuan diciptakannya perbedaan itu. Tak lain agar bangsa-bangsa manusia, termasuk laki-laki dan perempuan untuk saling berkenalan dan memahami antara satu dengan yang lainnya.
“Allah menciptakan kita manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sering ayat ini laki-laki dan perempuannya terlewatkan ketika membahas kebhinekaan, langsung lompat pada syu’uban wa qabaila,” terang Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Dalam Tabligh Akbar Muhammadiyah di Kediri, Ahad (14/8), dirinya lantas mengutip ayat pertama Surat An-Nisa yang menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan itu meski berbeda tetapi tetap diciptakan dari jiwa yang sama.
Islam pun mendorong umatnya untuk merawat perbedaan itu dalam setiap bidang kehidupan. Dari pernikahan hingga bab muamalah keseharian.
“Intinya bahwa laki-laki dan perempuan itu memang berbeda. Dan karena berbeda maka dia diciptakan untuk lita’arafu. Satu dari konsekuensi adalah azwaj, berpasang-pasangan. Jadi hukum sunatullah dan sesuai syariat Islam kalau laki-laki menikah dengan perempuan itu sunatullah. Tapi kalau laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan apalagi sampai nikah, dunia sudah jungkir balik namanya. Melawan sunatullah,” jelasnya.
Dalam muamalah, Majelis Tarjih Muhammadiyah menurut Haedar juga mendukung untuk merawat perbedaan ini. Misalnya, Tarjih menganggap wajah bukan termasuk aurat bagi perempuan sehingga Muhammadiyah tidak menyarankan perempuan untuk memakai cadar.
“Kalau ditutup semuanya kita tidak a’raf, tidak menjadi kenal satu sama lain. Maka kalau dibuka wajah itu, muka dalam pandangan Muhammadiyah bukan aurat sehingga perlu dibuka,” ujarnya.
“Tapi lebih dari itu laki-laki dan perempuan harus saling memuliakan. Yang satu dengan yang lain tidak ada yang lebih mulia dibandingkan yang lainnya. Semuanya sama fi ahsani taqwim dalam kemuliaan yang dimuliakan Tuhan,” imbuh Haedar.
Terkait peran kebangsaan Muhammadiyah dalam merawat kebhinekaan, hal itu menurutnya telah nampak jelas dari bagaimana seluruh komponen di dalamnya berusaha mewujudkan kemajuan, dan pencerahan bagi umat, bangsa, negara, dan kemanusiaan semesta.
“Secara khusus saya mengajak kita (warga Persyarikatan) untuk bagaimana Muhammadiyah berperan lebih baik lagi dalam merekat ukhuwah atau persatuan bangsa dalam kebhinekaan sebagaimana tema dalam acara syiar Muhammadiyah di Kabupaten Kediri ini,” tutup Haedar. (afn)