Judul dari tulisan ini merupakan representasi gamblang atas gerakan Revitalisasi Air Bersih yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Desa Tliu, Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur yang mengelola sumur dan airnya dilakukan tidak hanya oleh komunitas muslim di sana, tetapi juga oleh umat beragama Kristen, dan Katolik.
Melihat sebaran jumlah pemeluk agama di Kabupaten Timor Tengah Selatan, data dari Kanwil Kemenag Prov NTT yang dirilis di ntt.kemenag.go.id Umat Islam berjumlah 13248, Kristen 448479, Katolik 60708, Hindu 489, dan Budhha 5. Data tersebut dikutip pada 23 Februari 2024, kemungkinan juga sudah ada penambahan jumlah pemeluk agama di sana.
Program Revitalisasi Air Bersih yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah berkolaborasi dengan PT PII Persero, merupakan program lanjutan dari yang sebelumnya pada 2017 MPM PP Muhammadiyah bersama dengan stakeholder setempat seperti UM Kupang, PWM NTT, MPM PWM NTT, dan yang lainnya menyelenggarakan program Tutup Bumi, yaitu program penghijauan atau penanaman kembali lahan-lahan tandus dengan pohon keras.
Program yang menjadi gerakan Tutup Bumi itu merupakan gerakan sederhana, yang datang dari kesadaran manusia untuk merespon secara baik keadaan lingkungan di sekitarnya. Manusia hidup, butuh air, udara bersih, dan ketersediaan pangan dan pakan untuk ternak mereka. Pohon menjadi ‘anak’ yang harus dirawat dengan baik, supaya ketika mereka tumbuh bisa berbakti kepada manusia untuk menyediakan apa-apa yang manusia butuhkan, termasuk menjaring air yang sebelumnya tidak memiliki tempat di tanah yang tandus dan tak berpohon itu.
Muhammadiyah secara ‘keroyokan’ menghadirkan air bersih bagi umat lintas iman di Desa Tliu ini. Pengeboran dilakukan dengan menghadirkan tim ahli dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) selain UM Kupang, juga ada Universitas Muhammadiyah Surakarta, UGM, ITB dan lain sebagainya. Bahkan tidak hanya mencari sumber air, kehadiran Muhammadiyah dengan seluruh komponennya juga menjadi mata air tersendiri bagi masyarakat NTT di bidang pendidikan, pencerdasan, dan itu menjadi bagian dari proyek peradaban Muhammadiyah.
Perlu untuk diketahui, Muhammadiyah melalui UM Kupang menyediakan pendidikan tanpa terkecuali untuk setiap anak negeri, umat lintas iman di NTT dan sekitarnya. Meski sebagai perguruan tinggi swasta Islam – karena miliknya Muhammadiyah, namun UM Kupang menjadi perguruan tinggi yang inklusif. Di mana peserta didik atau mahasiswanya lebih dari 85 persen adalah non muslim. UM Kupang ini menjadi salah dari delapan PTMA Krismuha (Kristen/Katolik-Muhammadiyah).
Tentang sulitnya air bersih Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamin menceritakan kendala besar yang dihadapi setelah melakukan assessment adalah kecilnya debit air bersih di sekitar sana untuk dapat ditarik ke desa dan lokasi persawahan warga. Namun demikian, berbekal semangat Al Ankabut ayat 69, MPM mencari alternatif untuk solusi atas masalah sulitnya air bersih itu.
Dalam meningkatkan kesejahteraan warga, MPM melakukan beberapa gerakan yang diharapkan menjadi solusi atas masalah-masalah lain yang dihadapi oleh warga. Seperti gerakan menutup bumi atau reboisasi untuk menangkap/menjaring air tanah melalui pohon-pohon keras yang ditanam. Yamin berselorh dengan adanya air bersih ini kejadian pada 2016 tidak terulang lagi, yaitu selama kunjungan tiga hari di Desa Tliu ini dirinya bersama rombongan tidak mandi.
Lintas Iman Bersama Membuka Pipa Buntu Penghambat Kemajuan
Pada Rabu, 21 Februari 2024 MPM PP Muhammadiyah kembali menghadirkan kegembiraan dengan memanjangkan pipa-pipa air dari sumur agar lebih mudah diakses oleh warga. Bak penampungan juga dibangun, instalasi air dibangun, manajemen pengelolaan berbasis masyarakat dikuatkan, dan semua itu manajerialnya dilakukan oleh masyarakat lintas iman. Sebuah representasi keindahan dari sebuah negara yang penuh dengan kebhinekaan.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti yang hadir secara langsung menyaksikan tasyakuran Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat (PASIMAS) bernama FETO MONE. Kata Feto Mone diambil dari bahasa daerah NTT yang berarti “saudara laki-laki dan perempuan”. Guru Besar yang melakukan penelitian tentang Krismuha ini mengapresiasi atas kegiatan ini.
Melalui tersedianya air bersih yang bisa diakses oleh semua umat ini Abdul Mu’ti berharap kehidupan di NTT semakin berderap maju. Kekompakan masyarakat semakin kuat, jangan justru sebaliknya adanya sumber daya ini menimbulkan konflik horizontal. Ekonomi yang tersendat-sendat perputarannya diharapkan juga berputar normal dan semakin cepat supaya kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat semakin baik.
Masalah air merupakan urusan klasik yang selalu mewarnai peradaban, air juga sebagai sumber kehidupan utama peradaban manusia. Urusan air juga masalah yang pelik, bahkan di zaman Nabi Muhammad, pekerjaan yang berat dan terhormat di masa itu adalah mengelola air yang berasal dari sumur Zam-Zam yang ditemukan oleh Nabi Ismail AS. Maka diperlukan kearifan dan kebijaksanaan bagi pengelola air ini agar maslahat dan memberikan manfaat kepada semua, termasuk juga kepada alam.
Air bagi umat beragama juga memegang peran kunci, di Islam setidaknya terdapat lima kali perintah untuk membersihkan diri dengan air bersih nan suci. Bagi umat Kristen dan Katolik pun demikian, air bersih dan suci digunakan untuk pembaptisan, air juga digunakan sebagai bagian dari sakramen dan perjamuan kudus. Kini air su dekat, maka harus dijaga baik-baik sebagaimana pesan dan harapan yang diutarakan oleh Abdul Qodir Lenamah tokoh masyarakat dan juga Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Amanuban Timur.
Abdul Qodir Lenamah bersyukur kini keperluan air masyarakat untuk memasak, mandi, pelihara ternak, menyirami kebun, dan termasuk untuk keperluan ibadah sudah terjangkau. Mereka kini tidak perlu lagi menempuh jarak berkilo-kilo meter ke sungai untuk mendapatkan air dalam mencukupi keperluan harian, air su dekat.