DEMAKMU.COM | MEDAN – Sumatra Utara menjadi tuan rumah Muktamar ke-49 Muhammadiyah. Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dr. Agus Taufiqurrahman berpesan supaya muktamar nanti menjadi gelora Muhammadiyah.
Mengupas cerita masa lalu Muhammadiyah, dr. Agus dalam Buka Bersama yang digelar PWM Sumut di UMSU, Sabtu (23/3) menyampaikan, Muhammadiyah lahir di Yogyakarta, berkembang di Padang, dan besar di Makassar, dan harus bergelora di Sumut.
“Sekarang karena Muktamar di Sumatera Utara tambah lagi kalimatnya, Muhammadiyah lahir di Yogyakarta, berkembang di Padang, besar di Makasar bergelora di Sumatera Utara. gitu,” katanya.
Pada kesempatan itu, dr. Agus menyampaikan supaya Muktamar ke-49 diselenggarakan secara menggembirakan dan menggelorakan Muhammadiyah. Sebab Muktamar ke-49 nanti tidak hanya menjadi perhatian regional, tapi juga khalayak internasional.
“Kita tunjukkan betul, saat muktamar jadi sorotan internasional, karena Muhammadiyah bukan cuma kekuatan regional,” tuturnya.
Kiprah Muhammadiyah di kancah internasional diakui salah satunya dengan diraihnya Zayed Award for Human Fraternity di Abu Dhabi, UEA. Penghargaan tersebut sebagai apresiasi terhadap Muhammadiyah atas kiprah menjaga persaudaraan kemanusiaan.
Dokter Spesialis Saraf ini juga menyampaikan, melalui Indensioanis yaitu Robert W. Hefner, Muhammadiyah juga pernah diusulkan untuk meraih hadiah Nobel. Beberapa catatan itu, katanya, menjadi bukti Muhammadiyah sudah menjadi gerakan internasional.
Maka, Sumut sebagai tuang rumah di UMSU maka harus mengambil peran untuk andil dalam menyukseskan perhelatan Muktamar ke-49 pada 2027 nanti. Supaya amanat tersebut tidak menjadi beban, dia berpesan untuk selalu optimis menatap peluang.
Dalam hematnya, seluruh aktivitas di Persyarikatan Muhammadiyah tidak boleh menjadi pemicu hilangnya kegembiraan, sebab seharusnya aktivitas di Persyarikatan Muhammadiyah menjadi pemicu lahirnya kegembiraan.
Kegembiraan ini, kata dr. Agus, sesuai dengan statuten Muhammadiyah yaitu menggembirakan sampai pada anggota-anggotanya. Maka sebagai pimpinan tidak boleh hidupnya dipenuhi dengan kegelisahan, dikhawatirkan akan berdampak pada jemaah atau anggota.