DEMAKMU.COM | SURAKARTA – Islam jangan hanya jaya dan memiliki masa lalu, namun juga harus jaya dan memiliki masa depan. Sebab basis keilmuan modern saat ini bersumber dari kejayaan Islam masa lalu.
Hal itu diingatkan oleh Wapres RI ke-10 dan 12, Muhammad Jusuf Kalla pada Kamis (24/10) dalam Sidang Senat Terbuka dan Hari Jadi ke-66 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Edutorium KH. Ahmad Dahlan, UMS.
Tokoh yang akrab disapa JK ini menyampaikan, perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat. Misalnya saja di dunia informasi teknologi berkembang pesat, perubahannya terjadi tiap 18 bulan. Sementara dunia kedokteran perubahan terjadi tiap 3 tahun.
“Oleh karena itu, jangan sampai dosen berhenti membaca, sebab jika itu terjadi, maka besar kemungkinan pengetahuan dosen akan kalah oleh mahasiswa,” katanya.
Dalam konteks dunia Islam, JK meningkatkan supaya tidak terjebak romantisme masa lalu. Memang di masa lalu ilmu pengetahuan berpusat di dunia Islam, namun saat ini umat Islam harus sadar bahwa pusat ilmu pengetahuan ada di Barat dan Cina.
Merefleksikan sejarah masa lalu ke masa kini, JK mensinyalir adanya dikotomi yang ekstrem dalam diskursus oleh umat Islam menjadi pemicu mundurnya pengetahuan dunia Islam. Kajian-kajian yang diadakan lebih pada urusan akidah, akhlak, dan ibadah. Namun untuk urusan muamalah porsinya begitu sedikit.
“Jangan sampai ilmu untuk ilmu, tapi ilmu untuk kemajuan. Sebagaimana Islam Berkemajuan, untuk memajukan kehidupan,” katanya.
Institusi pendidikan, seperti UMS harus menjadi wadah transformasi ilmu pengetahuan. Tidak hanya fokus pada pemeringkatan dan sisi akademik semata. Namun juga giat melakukan riset yang aplikatif dan memberi manfaat bagi masyarakat luas.
“Butuh meningkatkan teknologi, dan mempraktekan teknologi untuk masyarakat. Ilmu pengetahuan harus memberi manfaat bagi masyarakat,” ungkapnya.
JK memandang, saat ini kualitas institusi pendidikan sudah semakin baik. Akan tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah juga untuk meningkatkan disiplin dan karakter pada sumber daya atau insan cendekia, sehingga mereka produktif dalam melahirkan karya akademik yang aplikatif.
Di sisi lain riset atau penelitian yang dikerjakan oleh institusi pendidikan, imbunya, menjadi kunci sekaligus mendorong bagi lahirnya kebijakan oleh pemerintah. Sebab, pemangku kebijakan membutuhkan sokongan objektif dari cendekiawan untuk membuat dan menentukan kebijakan.
Selain mendukung lahirnya kemajuan IPTEK oleh institusi pendidikan, JK pada kesempatan ini juga mengajak Muhammadiyah untuk mendorong supaya umat dan masyarakat menjadi mampu ataupun sejahtera. Sebab ini adalah bagian dari implementasi keimanan.
“Perintah ibadah dari agama kita itu menjadi landasan bahwa umat harus berkemampuan, supaya dapat melaksanakan ibadah itu,” katanya.
Ibadah yang menuntut umat untuk berkemampuan adalah haji dan zakat, termasuk salat juga membutuhkan baju untuk menutup aurat, perut yang kenyang supaya salatnya fokus, dan tempat yang bersih. Maka pemahaman terhadap agama jangan dipersempit.
“Mari kita memperluas, jangan mempersempit arti ketika kita menjalankan perintah agama,” ungkapnya.
JK juga mengajukan pertanyaan menggelitik, mengapa Indonesia sebagai negara Islam terbesar, namun umatnya merasa lebih keren jika belajar ke negara-negara konflik di Timur Tengah. Padahal di sana karakter Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam tak terlihat.