YOGYAKARTA – Salah satu tujuan Kiai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah adalah untuk melawan paham konservatif dalam beragama.
Sebagai contoh, Kiai Ahmad Dahlan memfasilitasi berdirinya Aisyiyah untuk memberikan penyegaran dalam pandangan agama, bahwa Islam tidak melarang aktivitas dan peran perempuan di ruang publik, yang mana pada masa beliau hidup dianggap tabu.
“Muhammadiyah dengan sayap utamanya ‘Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah mendobrak sangkar besi konservatifisme agama maupun budaya itu kemudian lahirlah pergerakan perempuan yang memiliki kesetaraan dengan kaum laki-laki sebagai insan yang diciptakan Allah fi akhsani taqwim tapi juga sekaligus memiliki peran dalam pelaku-pelaku dakwah dalam seluruh dimensi kehidupan,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, Sabtu (7/8).
Dalam momentum menyampaikan tahniah milad ke-93 tahun Nasyiatul Aisyiyah itu, Haedar Nashir membawakan ayat ke-13 Surat Al-Hujurat dan ayat ke-97 Surat An-Nahl.
Pada ayat ke-13 Surat Al-Hujurat, Haedar memandang bahwa Allah tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, bahkan sebaliknya, laki-laki dan perempuan memiliki martabat yang sama mulia.
“Ayat ini adalah ayat yang melintas batas bahwa penciptaan laki-laki dan perempuan serta manusia dan berbagai macam penggolongan kebangsaan, suku dan berbagai aspek lainnya tidak lain li-ta’arafu, untuk saling mengenal, saling bekerjasama, dan membangun kehidupan bersama,” jelasnya.
“Dan di atas nilai itu ada nilai ketakwaan sebagai pondasi dalam pergerakan kemanusiaan di mana nilai-nilai takwa itu baik yang bertsifat transendensi, yang menghubungkan kita dengan langit sang ilahi, maupun dalam dimensi kemanusiaan yang bersifat hablum-minannas keduanya merupakan satu kesatuan dari teologi kemanusiaan yang menjunjung tinggi manusia laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi,” imbuhnya.
Pesan dalam ayat ke-13 Surat Al-Hujurat selanjutnya diperkuat dengan ayat ke-97 Surat An-Nahl yang menyatakan laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki peluang dalam berperan membangun kehidupan yang terbaik.
Khusus bagi Nasyiatul Aisyiyah, dua ayat di atas diharapkan Haedar menjadi penyemangat gerak dalam dakwah kemanusiaan yang inklusif dan melintas batas.
“Maka dalam posisi inilah ketika Nasyiatul Aisyiyah berkhidmat dalam dakwah kemanusiaan maka hadirkanlah teologi kemanusiaan yang dari nilai-nilai transendensi itu menghadirkan ihsan bagi kemanusiaan semesta,” pesannya.
“Maka tugas para kader, pimpinan Nasyiatul Aisyiyah adalah memperkaya perspektif pandangan agar nilai-nilai kemanusiaan ini tetap berpijak pada nilai-nilai ilahiyah yang pokok tapi juga bersifat transformasional bagi kehidupan kemanusiaan semesta tanpa batas dan posisinya harus tetap di tengah,” tuturnya.
“Wa kadzalika ja’alnakum ummatan wasathan li takunu syuhada’a alan nas, tidak terperangkap dalam pandangan-pandangan yang ekstrim baik yang cenderung pada tekstual konservatisme atau pada sekular liberalisme, posisi ini harus tetap dijaga, diperkaya oleh seluruh anggota kader dan pimpinan Nasyiatul Aisyiyah untuk menghadirkan pengkhidmatan peran Nasyiatul Aisyiyah dalam dakwah kemanusiaan semesta di tengah at taghayaru zaman atau perubahan zaman yang niscaya kita jawab dan kita hadir di dalamnya sebagai syuhada alan nas,” tutupnya.