Oleh: Parid Ridwanuddin
Khutbah Pertama
Alhamdulillah alladzi anzalas sakinata fi qulubil mu’minina li yazdadu imanan ma’a imanhim. Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammad abduhu wa rasuluhu.
QalaLlahu ta’ala fil Qur’an al-karim: “afala yanzduruna ilal ibili kayfa khuliqat. Wa ila sama’i kayfa rufi’at. Wa ilal jibali kayfa nusibat. Wa ilal ardhi kayfa sutihat” (Qs al-Ghasiyah [88] ayat 17-20:)
Wa qala Rasulullah saw: “In Qāmat as-Sā’ah wa fī yadi ahadikum fasīlah, fa in istathā’a an lā taqūma hattā yugrisaha fal yugrisha.” Hadits ini oleh ImamAhmaddalam Musnad Imam Ahmad 3/183, 184, 191, dan Imam Bukharidi kitab Al-Adab Al-Mufrad no. 479
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat iman dan nikmat kesehatan, sehingga kita dapat melaksanakan ibadah baik yang mahdhah maupun yang ghayr mahdhah, diantaranya adalah ibadah usbuiyyah yaitu ibadah jumat yang kita laksanakan pada siang ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi dan Rasul utusan Allah yang terakhir, Nabi Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat, tabiin, dan kita yang istiqomah mengikuti jejak langkah beliau dalam menebarkan kebaikan kepada semesta.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Izinkan khatib mengajak diri sendiri dan jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatan ketaqawaan kepada Allah swt dengan sebenar-benar taqwa.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Tahun 2020 disebut oleh Organisasi Meteorologis Dunia (WMO), sebuah badan khusus PBB untuk cuaca dan iklim, hidrologi dan geofisika yang pusat di Jenewa, Swiss, sebagai tahun terpanas bagi iklim planet bumi. Sekretaris Jenderal WMO, Patteri Taalas menyebut Gas rumah kaca di atmosfer, yang menjadi pendorong utama krisis iklim, mencapai rekor tertinggi tahun lalu dan terus meningkat pada 2020.
Sebelumnya, MWO melaporkan sepanjang tahun 2015-2019 temperatur global mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0.2 °C dibandingkan dengan tahun 2011-2015. Temperatur bumi mengalami kenaikan sebesar 1 °C dibandingkan dengan temperatur bumi sebelum masa revolusi Industri, beberapa abad lalu.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Sampai dengan tahun 2050, suhu bumi diprediksikan akan naik sebesar 2 derajat celcius. Dampaknya, sebagaimana disebutkan oleh PBB, akan ada 200 juta orang pengungsi akibat krisis iklim. Jika kita membaca sejarah, angka 200 juta adalah keseluruhan populasi manusia di dunia pada masa puncak kekaisaran Romawi. Selain itu, akan ada 400 juta orang yang kesulitan air bersih, bahkan kota-kota di daerah khatulistiwa akan menjadi tidak layak huni karena alamnya semakin hancur dan tidak memiliki daya dukung.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Belajar dari pengalaman sepanjang 2015-2019, krisis iklim telah memberikan dampak buruk, diantaranya banjir dan kekeringan. Sepanjang 2015-2019, banjir dilaporkan telah menghantam China pada Juni-Juli tahun 2016. Akibatnya, sebanyak 310 orang meninggal dan secara ekonomi negara ini alami kerugian sebesar USD 14 triliun.
Pada Agustus 2017, banjir juga melanda sejumlah negara, yaitu India, Bangladesh, Nepal, dan Sierra Leone. Total orang yang meninggal di India, Bangladesh, dan Nepal, tercatat sebanyak 1200 orang serta 40 juta orang terdampak kesehatannya akibat penyakit yang menyebar pasca banjir. Sementara di Sierra Leone, banjir disertai longsor telah membunuh 1.102 orang.
Terkait dengan dampak krisis iklim yang lain, yaitu kekeringan, sepanjang 2015-2018 tercatat cadangan air mengalami penipisan di cape Town, Afrika Selatan, yang menyebabkan kota ini hampir kehabisan air pada 2018. Di Afrika timur pada 2016-2017, 6,7 juta orang mengalami kerawanan pangan pada puncak kekeringan.
Di Indonesia, dampak buruk krisis iklim dapat dilihat dari sejumlah hal penting, diantaranya kebakaran hutan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2015 saja, tercatat 2.6 hektar hutan hilang dan setidaknya 34 orang meninggal. Selain itu, krisis iklim berdampak terhadap tenggelamnya pulau-pulau kecil dan semakin banyaknya wilayah pesisir yang terkena abrasi. Dalam konteks pertanian, krisis iklim merusak musim tanam dan panen. Akibat jangka panjangnya, kedaulatan pangan akan dipertaruhkan.
Krisis iklim juga menyebabkan cuaca ekstrem dan sulit ditebak. Di satu wilayah, bisa saja terjadi hujan terus-menerus yang disertai dengan angin kencang dan menyebabkan banjir. Sementara di wilayah lain terjadi kemarau berkepanjangan hingga mengeringkan sawah, ladang dan sumber-sumber air masyarakat. Belum lagi suhu ekstrim yang disebabkan terik matahari dapat membakar kulit.
Cuaca ekstrim seperti hujan kencang yang terjadi terus-menerus akan menyebabkan banjir jika daratan tidak siap menampung limpahan air yang banyak. Kondisi banjir menyebabkan lingkungan kotor dan menjadi lingkungan yang sangat baik bagi sarangga dan nyamuk penyebar penyakit untuk hidup dan bereproduksi. Dengan kondisi seperti ini, kasus penyakit seperti malaria dan demam berdarah akan sangat banyak. Sementara kondisi ekstrim lingkungan mempengaruhi daya tubuh manusia sehingga mudah sekali menjadi sakit.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Apa yang menjadi penyebab krisis iklim? krisis iklim adalah tantangan nyata yang dihadapi oleh semua entitas di muka bumi. Krisis ini merupakan akumulasi sekaligus transformasi dari berbagai kerusakan ekologis yang selama ini terjadi akibat pilihan gaya hidup manusia yang ekspolitatif dan destruktif sekaligus gaya hidup yang tidak ramah lingkungan.
Lebih jauh, krisis iklim merupakan manifestasi dari krisis spiritual dan krisis paradigma manusia dalam memposisikan relasinya dengan alam. Krisis paradgima dan krisis spiritual yang dimaksud adalah, alam dihayati sebagai entitas yang hanya memiliki nilai instrumental atau benda mati semata. Alam hanya dikalkulasi dengan hitungan-hitungan untung dan rugi. Padahal, di dalam ajaran Islam, alam memiliki nilai pada dirinya sendiri (nilai intrinsik) dan dipandang memiliki nilai sakral, karena merupakan manifestasikeberadaan Allah swt. Di dalam Islam, alam sering disebut sebagai ayat kauniyyah.
Krisis spiritual dan atau krisis paradigma inilah yang disebut oleh al-Qur’an sebagai fasād. Kata fasād dengan seluruh kata jadiannya di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 50 kali, yang berarti sesuatu yang keluar dari keseimbangan (khurūj al-sya’i ‘an al-i’tidāl). Sementara cakupan makna fasād ternyata cukup luas, yaitu menyangkut jiwa/rohani, badan/fisik, dan apa saja yang menyimpang dari keseimbangan/yang semestinya. Dengan demikian, krisis iklim, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Namun, ada penyebab yang mendorong hal tersebut terjadi, utamanya kerusakan pikiran dan hati manusia.
Salah satu ayat yang masyhur terkait hal ini adalah surat al-Rum: 42 yang berbunyi: “Zhaharal fasadu fil barri wal bahri bima kasabat aydinnas” telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Makna fasad di dalam ayat ini, bermakna yang material dan non-material. Makna material, bisa dalam dalam bentuk kehilangan hutan yang terus meningkat, pencemaran laut dan perairan, atau hilangnya fungsi sebuah ekosistem yang dibutuhkan untuk kehidupan. Sedangkan makna non-material adalah kerusakan cara berpikir, matinya spiritualitas manusia dalam menghayati keberadaan alam, dan kerusakan gaya hidup manusia yang menjadikan konsumsi sebagai tujuan hidup.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk memperlambat atau menghentikan krisis iklim ini? Dalam kesempatan ini, khatib hendak menawarkan sejumlah hal:
Pertama, Yang paling utama adalah kita harus memiliki pengetahuan global terhadap persoalan ini, tetapi sekaligus melakukan inisiatif di tingkat lokal. Diantara yang dapat kita lakukan adalah memasifkan aktivitas menanam pohon. Hal ini telah disampaikan oleh Nabi Muhammad dalam sebuah hadits yang dikemukakan di muqaddimah tadi, yaitu: “In Qāmat as-Sā’ah wa fī yadi ahadikum fasīlah, fa in istathā’a an lā taqūmas saah hattā yugrisaha fal yugrisha.” Seandainya jika kiamat akan terjadi, sedangkan di tanganmu ada benih/tunas, jika engkau mampu untuk menanamnya sebelum kiamat itu terjadi, maka tanamlah. Hadits ini menekankan pentingnya menanam pohon meskipun hari kiamat datang esok hari. Jadi menghadapi kiamat itu, Nabi memerintrahkan kita untuk memanam bukan memanah dan berkuda.
Kedua, kitaperlumengembangkan tafsir ekologis dalam beragama. Yang dimaksud dengan “tafsir” dalam konteks ini bukanlah disiplin ilmu tafsir al-Qur’an yang memiliki syarat-syarat yang ketat sebagaimana disepakati oleh para ilmuwan tafsir. Maksud tafsir disini adalah pemahaman dan penghayatan seorang muslim terhadap ajaran Islam. Umat Islam di Indonesia sudah waktunya mengembangkan tafsir yang berwawasan lingkungan dalam memahami dan menghayati bangunan ajaran Islam.
Kenapa demikian? karena di dalam al-Qur’an, misalnya, banyak ditemukan ayat-ayat yang sangat jelas merujuk pada fakta-fakta keseimbangan ekologis seperti ayat-ayat tentang gunung, ayat-ayat tentang air, ayat-ayat tentang pohon, ayat-ayat tentang hewan, dan lain sebagainya. Yang lebih jauh mendasar adalah al-Qur’an memerintahkan kita untuk merenungkan asal-usul keberadaan manusia. Itab suci banyak menyebut asal-usul kejadian manusia yang berasal dari saripati tanah yang diciptakan oleh Allah Swt.
Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitabnya yang sangat terkenal, Mu’jam al-Mufahras li Alfādzil Qur’ān al-Karīm menghitung jumlah kata-kata yang sangat berkaitan dengan keberadaan berbagai jenis makhluk hidup dan entitas ekologis sebagai penanda keseimbangan planet bumi, sebagai berikut:
Pertama, benda-benda langit. kata langit disebut sebanyak 310 kali, matahari disebut sebanyak 33 kali, bulan disebut sebanyak 27 kali, bintang disebut sebanyak 18 kali, awan disebut sebanyak 9 kali, dan angin sebanyak 27 kali;
Kedua, entitas hewani. Diantaranya, burung disebut sebanyak sebanyak 20 kali. Selain burung, al-Qur’an menyebut sejumlah nama hewan, yaitu: sapi, lebah, laba-laba, semut, unta, kambing/domba, anjing, kuda, keledai, semut, lebah, babi, ular, nyamuk, serangga, dan juga gajah;
Ketiga, bumi dan entitas nabati. Kata bumi disebut sebanyak 451 kali, tanah sebanyak 29 kali, pohon dengan berbagai derivasinya sebanyak 26 kali, buah dengan berbagai derivasinya sebanyak 24 kali, tanaman sebanyak 14 kali, kata hijau yang melekat kepada pohon serta tumbuhan sebanyak 8 kali;
Keempat, gunung dan entitas hidrologis. Kata gunung disebut sebanyak 39 kali, batu dan berbagai derivasinya sebanyak 12 kali, air sebanyak 63 kali, sungai dan berbagai derivasinya sebanyak 59 kali, mata air sebanyak 20 kali, dan laut sebanyak 41 kali.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Berkaitan dengan itu, mari kita renungkan firman Allah di dalam Al-Qur’an, khususnya Surat al-Ghasiyah [88] ayat 17-20: “afala yanzduruna ilal ibili kayfa khuliqat. Wa ila sama’i kayfa rufi’at. Wa ilal jibali kayfa nusibat. Wa ilal ardhi kayfa sutihat (terjemah sebagai berikut: “Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan,” “dan langit bagaimana ditinggikan,” “dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan,” “dan bumi bagaimana dihamparkan.”)
Ayat tentang unta dan gunung dapat dimaknai sebagai simbol mengenai pentingnya keanekaragaman hayati yang menjadi penanda keseimbangan ekosistem planet bumi. Keberadaan keduanya sangat penting untuk dijaga karena manusia memiliki kebutuhan yang sangat tinggi terhadap hewan dan juga gunung atau juga hutan karena di dalamnya ada sumber air bersih. Ayat tentang langit, dapat dimaknai sebagai simbol pentingnya kita selalu memperhatikan keseimbangan iklim planet bumi. Oleh karena itu, para pemukim bumi, khususnya para pembaca dan pengiman kitab suci al-Qur’an wajib terlibat aktif dalam menjaga keseimbangan iklim.
Sedangkan ayat tentang bumi adalah simbol tentang rumah kita bersama yaitu planet bumi, dimana kita tinggal di atas tanahnya. Bumi, yang di dalam bahasa Arab disebut ardh dan Bahasa Inggris disebut earth, tidak membutuhkan sistem ekonomi yang ekstraktif dan eksploitatif. Bumi juga tidak membutuhkan orang-orang yang hanya memiliki kecerdasan teknis. Sebaliknya, bumi membutuhkan sistem ekonomi berdaya pulih yang tidak mengeruk, tetapi memulihkan keseimbangannya.
Jika dimaknai lebih dalam, ayat-ayat ini menyampaikan pesan kepada kita untuk selalu terlibat aktif membaca dan memperhatikan apa yang terjadi terhadap lingkungan kita. Uniknya, susunan empat ayat ini diletakkan setelah ayat-ayat yang membahas kondisi surga yang di dalamnya ada permadani terhampar, gelas-gelas yang tersusun rapi, serta memiliki mata air yang terus mengalir. Penghayatan kita akan mengatakan bahwa al-Qur’an sesungguhnya memerintahkan kita untuk terlibat aktif memelihara bumi supaya dapat merasakan surga dunia sebelum menempati surga di akhirat nanti.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Lalu yang ketiga, yang harus kita lakukan adalah mendorong isu iklim dan isu lingkungan hidup menjadi arus utama di dalam kurikulum pendidikan kita, mulai dari pendidkan pra sekolah, sekolah dasar, pesantren-pesantren, sekolah umum, maupun universitas. Sebagaimana diungkapkan oleh Fazlur Rahman, seorang pemikir Muslim yang menjadi guru Cak Nur: “Pembaharuan pemikiran Islam, bagaimana pun harus di mulai di lembaga pendidikan.” Nah, menurut khatib pandangan ini sangat tepat, relevan dan kontekstual dengan kondisi kita sekarang.
Dalam jangka panjang, krisis iklim sangat penting dimitigasi melalui pendidikan sejak dini. Pengarusutamaan isu iklim ke dalam kurikulum lembaga pendidikan juga harus dimaknai sebagai upaya pembaharuan kurikulum pendidikan dalam rangka merespon perkembangan isu termutakhir. Dengan demikian, menyelesaikan krisis ekologi atau krisis lingkungan melalui pendidikan adalah sebuah keniscayaan.
Barakallahu li wa lakum bil Qur’anil Azhim wa naf’ani wa iyyakum bima fihi minal ayati wa dzikril hakim wa taqabbala minni wa minkum tilawatahu innahu huwas sami’ul alim
KHUTBAH KEDUA
Alhamdulillahi rabbil alamin wa bihin nasta’inu ala umurid dunya wad dinn. Asyhadu an laa ilaha illaLlah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Izinkan khatib menambahkan satu poin di khutbah kedua ini. Isu krisis iklim belum begitu populer dan menjadi perhatian luas masyarakat muslim di Indonesia. Mayoritas kita lebih banyak memperdebatkan persoalan-persoalan agama yang tidak banyak berhubungan langsung dengan kehidupan planet bumi. Topik-topik perdebatan masih diwarnai oleh hal-hal yang berbau politisasi agama.
Sudah saatnya isu ini menjadi pembahasan utama di dalam forum-forum keagamaan, semacam pengajian, majelis taklim, maupun khutbah Jum’at, bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Meski demikian, kita patut bersyukur, Muhammadiyah sebagai organisasi massa Islam yang memiliki rekam jejak dan pengalaman panjang membentuk serta mewarnai Indonesia telah menerbitkan sejumlah buku penting terkait hal ini, diantara yang dapat disebutkan diantaranya adalah buku teologi lingkungan, fikih air, menyelamatkan bumi melalui perbaikan akhlak dan pendidikan lingkungan, manajemen kepemimpinan lingkungan, dan akhlaq lingkungan. Isu ini digawangi oleh Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah dan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah satu diantara lembaga keagamaan yang memiliki perhatian dalam isu ini.
Pernerbitan buku-buku yang disebut tadi, merupakan ikhtiar penting yang patut diapresiasi dalam rangka mengedukasi masyarakat untuk menahan dan menghentikan krisis iklim yang mengancam kita. Semoga para penulis dan semua pihak yang terlibat dalam penerbitan buku-buku tersebut, serta semua orang yang memperjuangkan keselamatan planet bumi senantiasa diberikan keberkahan yang tidak akan pernah terputus. Ammin ya rabbal alamin
Ditutup dengan doa
Allahumma ighfir lil muslimin wal muslimat wal mu’minina wal mu’minat wal……
Rabbana atina fi dunya hasanah…..
Ibadallah Innal yamurukan bil adli wal ihsan…….
· Disampaikan dalam khutbah Jum’at online bersama Prof. Dr. Wawan Gunawan Abdul Wahid, pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, pada Jum’at 18 Desember 2020
© Pengajar pada program studi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina dan pegiat lingkungan yang mendalami isu hutan, pesisir, laut, pulau-pulau kecil, serta isu iklim. Pernah menjadi ketua Ikatan Remaja Muhammadiyah, Pengurus Ranting Margacinta, Kecamatan Leuwigoong, Garut Jawa Barat, periode 2000-2002