DEMAKMU.COM | YOGYAKARTA—Dalam kuliah umum yang digelar di Universitas SiberMu pada Ahad (01/10), Ismail Fahmi, seorang pakar dalam bidang Big Data dan Artificial Intelligence (AI), mengupas tuntas perkembangan AI dan potensi dampaknya yang positif dan negatif.
AI merupakan cabang ilmu komputer yang mengembangkan mesin-mesin cerdas yang dapat menjalankan tugas-tugas yang sebelumnya hanya bisa dihandle oleh manusia, seperti pengambilan keputusan kompleks, pemecahan masalah, dan pengenalan suara serta gambar. Dalam seminggu sejak peluncuran Chat-GPT, sudah tercatat satu juta pengguna yang mengakses teknologi AI ini.
Dalam konteks ini, Ismail Fahmi mencermati pandangan beberapa tokoh terkemuka. Yuval Noah Harari, seorang sejarawan terkemuka, melihat potensi besar AI dalam meningkatkan kemampuan manusia, tetapi juga mengingatkan tentang risiko pengangguran massal dan kesenjangan sosial ekonomi yang bisa terjadi akibat peran manusia yang berkurang di tempat kerja.
Sementara itu, Elon Musk, salah satu tokoh terkemuka di industri teknologi, menganggap AI sebagai ancaman besar jika tidak diatur dengan bijaksana. Kemampuan AI untuk belajar dengan cepat dapat menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Musk bahkan menggambarkan AI sebagai “penguasa dewa” atau bahkan “musuh terbesar manusia.”
Dalam konteks pendidikan dan profesi, Ismail Fahmi mengajukan pertanyaan yang menantang. Misalnya, bagaimana jika ada dokter atau psikolog yang hanya berhasil lulus ujian berkat bantuan AI seperti Chat-GPT? Apakah kita masih akan percaya pada kemampuan mereka? Apakah kita masih akan merasa nyaman diperiksa oleh mereka?
Ismail Fahmi kemudian menyampaikan pesan penting, “AI adalah sebuah keniscayaan. Artinya kita semua tidak bisa lepas dari AI ini. Tetapi jika kita terlalu bergantung pada AI, kita sendiri yang mungkin akan menjadi tidak berguna.” Pesan ini mengingatkan kita akan pentingnya mengambil sikap bijak dalam menghadapi kemajuan teknologi AI, serta bagaimana kita dapat memanfaatkannya dengan baik sambil menghindari dampak negatif yang mungkin terjadi.
“Jangan dijadikan AI sebagai joki, tapi jadikan ia sebagai tutor, di situlah Anda akan memiliki skill nantinya. Kalau jadi joki, Anda tidak akan belajar apa-apa,” ucap Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Digital PP Muhammadiyah ini.