DEMAKMU.COM | Semarang – Seluruh perguruan tinggai di Indonesia telah memasuki tahun ajaran baru, tak terkecuali Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) sebagai salah satu kampus terbaik di Jawa Tengah, Rabu (7/9).
Bertempat di Gedung Serba Guna Unimus, ribuan mahasiswa baru yang terdiri dari 3059 mahasiswa reguler dan 363 mahasiswa beasiswa lintas sektor mengikuti kegiatan Masa Ta’aruf (Masta) yang diselenggarakan oleh kampus dengan khidmat.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah pada kesempatan yang berbahagia tersebut berkesempatan untuk hadir menyambut langsung wajah-wajah ceria mahasiswa baru Unimus di tengah kepadatan aktifitasnya.
Selama kurang lebih 30 menit, Dr. KH. Tafsir, M.Ag. menjelaskan makna Islam Berkemajuan dan konsep Muhammadiyah memajukan Indonesia mencerahkan semesta kepada para mahasiswa baru.
Antusiasme yang tinggi diperlihatkan oleh para mahasiswa baru dengan keaktifan selama berlangsungnya sesi, termasuk munculnya banyak pertanyaan dari peserta di akhir sesi.
Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta kepada orang nomor wahid di Muhammadiyah Jawa Tengah tersebut.
“Akhir-akhir ini di antara kita banyak menemui para pengikut ormas Islam yang terlalu fanatik dengan golongannya hingga menganggap golongan lain sesat. Bagaimana cara kita menyikapi hal tersebut,” tanya Riziq Akhlas, mahasiswa Prodi S1 Keperawatan Unimus.
“Sekarang marak AUM yang diisi oleh SDM yang bukan kader Muhammadiyah. Bagaimana ayahanda memandang hal tersebut? Dan bagaimana solusi agar para kader mau berkiprah di AUM?” ucap Putri Siski Mayang, Prodi Pendidikan Matematika sambil menyapa Ketua PWM Jawa Tengah.
Kemudian pertanyaan selanjutnya diajukan oleh Helmi Yasir Arifin Mahasiswa S1 Kedokteran Unimus yang juga adik PDPM Tegal. Ia menanyakan berkaitan dengan beasiswa yang dapat diakses oleh kader Muhammadiyah di PTM, khususnya pada program studi kedokteran.
Merespon pertanyaan-pertanyaan tersebut KH. Tafsir mengawinya dengan mengatakan, “Ada ungkapan dalam filsafat, cogito ergo sum, bertanya berarti berfikir. Maka melihat respon banyak pertanyaan, saudara adalah manusia yang selalu berpikir.”
Mengawali jawaban, Ketua PWM Jawa Tengah menyampaikan bahwa fanatisme sah-sah saja namun jangan sekali-kali fanatisme digunakan untuk memvonis salah kepada orang lain yang berbeda dengan diri sendiri.
“Tetapi fanatisme yang ada adalah untuk membangun militansi diri untuk berkomitmen, bukan untuk mengabaikan, menyalahkan bahkan memvonis orang lain yang berbeda. Itu bukan karakter Muhammadiyah,” ucap Tafsir.
Ia menambahkan bahwa Muhammadiyah di dalam prinsip tarjihnya memiliki prinsip di antara 16 prinsip, yakni tebuka dan toleran. Terbuka berarti Muhammadiyah siap menerima masukan dan koreksi dari siapapun , dan toleran berarti Muhammadiyah tidak akan menyalahkan pendapat/pandangan orang atau organisasi lain.
“Dengan prinsip toleran, Muhammadiyah tidak akan menyalahkan kelompok lain. Karena dalam pandangan Muhammadiyah selama itu menyangkut penafsiran dan pemahaman sifatnya relatif. Yang mutlak benar adalah Islam itu sendiri, yang mutlak benar adalah Qur’an itu sendiri, yang mutlak benar adalah sunah itu sendiri, yang mutlak benar adalah syariat Islam itu sendiri,” jawab Tafsir.
“Tetapi pemahaman manusia terhadap Qur’an, sunah dan Islam itu bersifat relatif. Maka tidak ada yang boleh mengaku paling benar. Yang ada adalah silahkan diamalkan apa yang kita pahami. Maka jika kita memahami Islam model Muhammadiyah maka amalkan. Tetapi apa yang kita amalkan menurut Muhammadiyah tidak boleh untuk menyalahkan kelompok lain yang mengamalkan Islam dengan model ulama NU. Maka Muhammadiyah tidak akan menyalahkan NU, tetapi juga Muhammadiyah tidak boleh disalahkan oleh NU. Yang ada adalah untuk memedomani pemahaman masing-masing. Itulah etika berpaham, itulah etika beragama. Untuk mengamalkan bukan menyalahkan, untuk diamalkan bukan disalahkan,” jelasnya.
Di akhir KH. Tafsir menjelaskan bahwa Muhammadiyah akan berupaya dalam penerimaan tenaga kerja di AUM berasal dari kader. Namun dalam realitanya selain perihal kekaderan, harus menyesuaikan dengan realita yang terjadi berkaitan dengan kompetensi; kadangnkala kader Muhammadiyah tidak berkompetensi sesuai dengan posisi yang diinginkan.
“Maka jangan jadi aktivis saja, melainkan menjadi aktivis yang berkompetensi,” ucap Tafsir.