YOGYAKARTA – Umat Islam dari pandangan banyak ahli dianggap memiliki kelemahan pada bidang ekonomi. Untuk menutup kelemahan itu, Muhammadiyah menentukan ekonomi sebagai pilar gerakan keempat sebagaimana hasil Muktamar 47 di Makassar, dan diperkuat pada Muktamar 48 di Surakarta.
Pilar ekonomi dipilih karena dianggap sebagai faktor yang akan menentukan kekuatan bangsa dan golongan. Sekaligus juga untuk memperkuat sisi paling lemah yang dimiliki oleh umat Islam masa kini, khususnya yang umat Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, PP Muhammadiyah pada periode 2022-2027 didorong untuk menyokong pilar ekonomi. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menjelaskan, gerakan ekonomi ini antara lain akan berbasis pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA).
“Unit-unit bisnis universitas itu dikembangkan. Kekuatannya pada PTMA yang sudah besar itu punya kapital, dan dengan kapital dia bisa mengembangkan usaha-bisnis, dan nanti bisa membesarkan dirinya,” ungkap Haedar pada (6/10) di SM Hotel, Tower and Convention, Yogyakarta.
Selain untuk membesarkan PTMA itu sendiri, dan menopang perjalanan pencerdasan bangsa, pengembangan unit bisnis PTMA sekaligus untuk membesarkan Persyarikatan Muhammadiyah. Untuk ini menurutnya diperlukan sebuah keberanian yang terukur.
Pada periode kepemimpinan 2022-2027 ini, PP Muhammadiyah juga mendorong lahirnya institusi bisnis seperti Perseroan Terbatas (PT). Haedar mencontohkan gerakan ekonomi tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh PT. SCM yang berhasil mendirikan SM Hotel Tower and Convention.
“SM Tower itu baru langkah awal, kita bergerak di wisata dan perhotelan. Dan ke depan akan membangun lagi satu di depan gedung PP (Gedoeng Meohammadijah) menjadi megah seperti ini,” ungkap Haedar.
Gedoeng Moehammadijah di Jl. KH. Ahmad Dahlan 103 Kota Yogyakarta merupakan gedung warisan budaya. Pembangunan diharapkan akan mempercantik, dan tidak merubah bangunan utama gedung itu. Mengingat letaknya yang di tengah kota, diharapkan akan menjadi daya tarik wisata.
Bahkan melalui Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata Muhammadiyah didorong untuk ikut mengelola bisnis di bidang pertambangan, perkebunan, sampai kehutanan. Haedar menyebut, bidang bisnis tersebut potensial akan tetapi karena dikelola secara serampangan, sehingga dampak negatif saja yang selalu dirasakan.
“Muhammadiyah tidak apa-apa mengembangkan konglomerasi, tetapi konglomerasi yang memang membawa pada kemajuan bangsa. Saya pikir ini era baru ke depan, dan kami hanya mengantarkan saja, dan syukur jika pada lima tahun ini sudah bisa terbangun,” tuturnya.
Haedar menegaskan, keterlibatan Muhammadiyah dalam bidang ekonomi strategis tersebut diharapkan memberi teladan yang baik dalam mengelola dan merawat alam dengan seimbang. Hasil yang didapatkannya pun tidak untuk perorangan, dan organisasi saja, tetapi untuk kemajuan bangsa Indonesia