DEMAKMU.COM | BANDUNG — Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dan Lembaga Pengembangan UMKM (LPUMKM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ikhtiar bangun branding Muhammadiyah dalam bidang pangan.
Hal itu disampaikan oleh Dewan Pakar MPM PP Muhammadiyah, Syafii Latuconsina pada Jumat (7/6) di hadapan Jamaah Petani Muhammadiyah (JATAM) se Muhammadiyah Jawa Barat.
Pangan menurut Syafii pada masa saat ini menjadi isu serius yang dihadapi oleh manusia secara global. Tidak hanya di kawasan negara-negara konflik, tapi untuk semua kawasan.
“Muhammadiyah ini perlu serius untuk masalah isu pangan ini, sehingga selain di kenal sekolahnya, rumah sakitnya,” katanya.
Sebagai ahli pertanian, Syafii menyoroti kebijakan impor yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Padahal impor ini bisa ditekan dengan peningkatan hasil pertanian lokal.
MPM PP Muhammadiyah juga kurang sepakat dengan istilah maupun pandangan ketahanan pangan, sebab jika hanya bertahan maka impor juga bisa dilakukan. Akan tetapi MPM lebih setuju dengan kedaulatan pangan.
“Kami menegaskan, bahwa yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah kedaulatan pangan. Meningkatkan hasil pangan lokal,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Syafii berharap selain untuk meningkatkan hasil produksi pangan, JATAM juga diharapkan bisa menghasilkan produk pangan yang halalan thayyiban — tentu dengan tidak banyak menggunakan bahan kimia.
Selain menghasilkan produk pangan lokal yang berkualitas, diharapkan juga produk tersebut harganya juga terjangkau sehingga masyarakat kelas menengah ke bawah bisa ikut merasakannya.
Sementara itu, Syafruddin Anhar dari LPUMKM PP Muhammadiyah menjelaskan jika MPM bergerak di sektor hulu, maka LPUMKM bergerak di sektor hilir. Itu menjadi bagian dari jihad ekonomi.
“Hari ini kita turunkan dari jihad ekonomi ke jihad kedaulatan pangan, ada juga jihad energi, jihad finansial. Semua itu adalah turunan aksi dari jihad ekonomi,” ungkapnya.
Jihad kedaulatan pangan ini menjadi perhatian Muhammadiyah secara keseluruhan, pasalnya saat ini pangan yang dikonsumsi oleh bangsa Indonesia banyak yang diimpor.
Syafruddin menawarkan konsep sirkel ekonomi, yaitu sebuah sistem ekonomi dari kita, untuk kita, dan kembali memberikan manfaat untuk kita. Atau dalam istilah lain bela dan beli, produk warga Muhammadiyah.
“Kita harus pakai produk kita sendiri, itulah mudahnya memahami sirkel ekonomi. Dan ini sudah terjadi sejak lama, akan tetapi karena kemajuan teknologi dan pikiran semakin berkembang itu hampir tidak berlaku,” ungkapnya.
Secara tidak berlebihan, dia menyebut bahwa konsep ekonomi Indonesia telah dirusak oleh sebuah konsep ekonomi baru yang dijejalkan ke bangsa Indonesia.