Oleh: Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah)
Pemuda Indonesia memiliki jejak sangat penting dalam sejarah perjuangan dan pembentukan Indonesia merdeka. Satu di antara tonggak Indonesia yang monumental itu ialah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Peristiwa Sumpah Pemuda tersebut memberi pesan kuat ibarat lukisan di atas kanvas dengan goresan tinta emas pada panggung sejarah Indonesia. Pertama, betapa para pemuda Indonesia saat itu yang dipelopori oleh Wage Rudolf Supratman dengan lagu Indonesia Raya-nya, Soegondo, Muhammad Yamin, serta putra dan putri Indonesia lainnya berjuang gigih untuk mewujudkan adanya Kongres sejak tahun 1926 di kota Batavia atau Jakarta saat itu. Kongres sebagai penghimpunan kekuatan kaum muda untuk kemerdekaan Indonesia.
Kongres bagi para pemuda Indonesia saat itu merupakan wujud kehendak bersama untuk tujuan merdeka sekaligus membentuk sebuah bangsa dan negara yang berdaulat. Jiwa perjuangan tersebut sejalan dengan pandangan Ernest Renan, sejarawan dan filsuf ternama dari Perancis yang sering dikutip pendapatnya oleh Soekarno. Bahwa bangsa terjadi karena adanya keinginan untuk hidup bersama dengan jiwa solidaritas yang luhur. Spirit untuk bersama membangun bangsa itulah sebagai mutiara berharga dari para pemuda Indonesia di era kebangkitan nasional awal abad ke-20.
Kedua, Sumpah Pemuda 1928 secara tegas membuktikan persatuan kaum muda sebagai kunci utama menuju Indonesia merdeka di tengah keberagaman. Lahirlah tiga ikrar bersejarah yang sangat substansial. Butir penting ikrarnya ialah: “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia”. Kedua: “Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”. Ketiga: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia itu merupakan warisan nilai sangat berharga yang terus hidup dalam perjalanan Indonesia yang mengandung jiwa yang hidup untuk kelangsungan Negara Republik Indonesia sepanjang masa.
Warisan Nilai
Kini 97 tahun berlalu dari peristiwa Sumpah Pemuda. Adakah para pemuda Indonesia memiliki komitmen perjuangan luhur sekaligus jiwa bersatu dalam membangun Indonesia menuju negara dan bangsa yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana cita-cita para pendiri Indonesia?
Di tubuh bangsa ini banyak generasi muda yang memiliki potensi dan prestasi di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam penguasaan saintek khususnya teknologi digital. Masih banyak anak-anak bangsa yang berkarakter positif untuk bekerja keras meraih kesuksesan dalam pendidikan dan dimensi kehidupan lainnya. Dengan segala keterbatasan banyak anak-anak Indonesia yang kondisi ekonominya tidak atau kurang berkemampuan namun menunjukkan prestasi dan semangat hidup yang tinggi. Terdapat banyak anak muda Indonesia yang jujur, terpercaya, cerdas, berilmu, ber-keahlian, dan berkarakter kuat sebagai modal ruhaniah yang penting bagi masa depan bangsa.
Presiden Prabowo dalam pidato dan arahannya di hadapan para Menteri Kabinet Merah Putih menyebutkan, berdasarkan statistik, sekitar 1 persen dari total populasi suatu negara memiliki IQ di atas 120. Dengan populasi Indonesia mencapai 287 juta jiwa, diperkirakan ada lebih dari 2 juta anak berpotensi tinggi yang dapat menjadi aset bangsa jika ditemukan dan dibina secara tepat. Keyakinan Presiden tersebut menunjukkan optimisme akan potensi generasi bangsa Indonesia yang penting untuk terus digali dan dikembangkan melalui lembaga pendidikan dan pranata kebudayaan yang strategis lainnya.
Namun bersamaan dengan itu penting pula menjadi perhatian akan sejumlah masalah yang dihadapi generasi muda Indonesia. Selain masalah lapangan kerja yang penting untuk menjamin kesejahteraan mereka, kaum muda Indonesia juga memiliki problem sosial yang tidak boleh diabaikan. Polarisasi sosial sebagaimana tampak di media sosial akibat perbedaan orientasi politik, sosial, keagamaan, dan lain-lain tidak kalah mengemuka untuk menjadi agenda bersama. Bagaimana merekat dan menyatukan mereka dalam spirit Persatuan Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika di dunia nyata.
Problem kesehatan mental akibat berbagai tekanan hidup yang sarat beban di kalangan kaum milenial dan generasi-z dapat menjadi ancaman sosial baru bagi masa depan pemuda Indonesia. Krisis dan tekanan mental ini dapat berujung pada penyakit alienasi, frustasi, depresi, dan segala aspek sosiapatik atau generasi muda yang mengalami sakit secara individual dan sosial. Bila problem psikososial ini berkelanjutan akan melumpuhkan saraf kehidupan generasi muda sebagai pewaris masa depan Indonesia.
Masalah lain adalah kemiskinan literasi dan etika digital yang dialami generasi belia Indonesia. Sebagaimana temuan Microsoft tahun 2022, bahwa tingkat digility orang Indonesia rendah dalam kehidupan dunia digital dan media sosial. Problem literasi dan etika digital tersebut jika dibiarkan akan mengarahkan pada krisis kehidupan secara luas seperti dideskripsikan oleh Francis Fukuyama tentang fenomena “The Great Disruption” yakni kerusakan dan perubahan dramatis dalam tatanan sosial dan moralitas, serta terjadinya kemunduran nilai-nilai dan etika kehidupan. Goncangan besar yang merusak struktur sosial dan kemanusiaan tersebut dapat mengancam masa depan umat manusia, termasuk di dalamnya generasi muda.
Kaum muda juga makin menyebar peran dan arena diasporanya dalam berbagai institusi publik, termasuk dalam kepemimpinan di pemerintahan. Namun bersamaan dengan itu pragmatisme, oportunisme, materialisme, dan hedonisme mulai menggejala dalam kehidupan sebagian kaum muda Indonesia. Mentalitas menerabas, hidup dalam gelimang materi dan kesenangan inderawi, serta menempuh segala cara dalam mencapai tujuan dapat merusak jati diri dan keberadaan generasi muda Indonesia yang semestinya menjadi pewaris masa depan Indonesia.
Karenanya, diharapkan seluruh pemuda Indonesia dalam berbagai struktur demografi dan lingkup sosialnya yang heterogen dapat menyerap warisan nilai dan spirit perjuangan para pemuda Indonesia dalam Kongres tahun 1928 yang bersejarah itu. Generasi Muda Indonesia saat ini hendaknya menyerap nilai kegigihan, karakter luhur, dan spirit bersatu pada diri kaum muda yang melahirkan Sumpah Pemuda. Kaum muda Indonesia jangan bersembunyi di balik jubah kesuksesan dan proteksi para orang tuanya, sebab hal itu dapat melemahkan jiwa dan masa depannya yang sarat tantangan. Jadilah diri sendiri yang sukses meraih masa depan dengan jiwa mandiri sembari tetap menjaga sikap hormat kepada orangtua sebagai bukti keluhuran budi pekerti kaum muda Ibu Pertiwi.
Aktualisasi Diri
Kaum muda Indonesia saat ini makin potensial dan luas spektrum pergerakannya. Jika di masa lalu para pemuda-pemudi Indonesia mampu berjuang untuk Indonesia merdeka dalam segala keterbatasan. Kini, seluruh kaum muda Indonesia semestinya makin luas peranannya dalam membangun bangsa dan negara menuju terwujudnya cita-cita Indonesia merdeka. Agendanya adalah bagaimana mengaktualisasikan diri secara cerdas dan bijaksana dalam dinamika kehidupan bersama di Bumi Indonesia.
Kaum muda berilmu jadilah suluh dan pencerah Indonesia dengan sikap cendekia (ulul albab) untuk membangun peradaban Indonesia. Pada saat yang sama tetap konsisten merawat jiwa kritis nan bijaksana sebagaimana karakter luhur kebudayaan bangsa. Ilmu, kecerdasan, penguasaan teknologi, dan segala kemampuan diri niscaya dijadikan sebagai modal strategis bagi kemajuan Indonesia. Kecendekiawanan yang mumpuni tidak meniscayakan hidup di atas menara gading yang tinggi, sementara kaki tak berpijak di bumi sendiri. Jadilah para akademisi, ilmuwan, dan kaum muda berilmu sebagai aktor perubahan menuju Indonesia berkemajuan. Jauhi sikap takabur seolah diri serbabisa dan merasa paling benar sendirian. Jadilah para pemilik ilmu yang bermahligaikan hikmah untuk membawa maslahat bagi kehidupan semesta.
Para pemuda aktivis perubahan jadilah pejuang-pejuang civil-society yang ikut serta membangun Indonesia secara demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana perintah konstitusi. Jadikan demokrasi sebagai instrumen mewujudkan tujuan negara Indonesia dengan tetap bertumpu pada sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Bukan demokrasi dan paham hak asasi manusia yang sebebas-bebasnya, yang tidak berpijak di bumi Indonesia. Kembangkan sikap moderat, toleran, dan menjunjung tinggi kebersamaan karena Indonesia itu milik bersama. Paham hak asasi manusia mesti terkoneksi dan bertumpu pada nilai-nilai agama yang hidup di Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara, dan kebudayaan luhur bangsa.
Para politisi muda berkiprahlah dengan sepenuh jiwa raga untuk memajukan dan menjayakan Indonesia. Kekuasaan, otoritas, akses, dan segala instrumen politik mesti dijadikan alat utama mensejahterakan rakyat dan membawa Indonesia ke tujuan semula. Jangan menjadi politisi dan pemimpin karbitan, sebab jika berhasil pun hanya beroleh kuasa semu dan akan menjadi beban berat bagi Indonesia. Berpolitiklah dengan wajar dan menempuh jalan akal sehat berbasis nilai dan etika utama. Dunia politik tidak untuk meraih kemegahan harta, tahta, dan pesona dunia yang menjadikan diri tersandera dalam keglamoran hidup sarat maya, apalagi membuat rakyat nestapa. Jadilah teladan utama sebagaimana kehidupan para pejuang dan pendiri Indonesia nan sederhana tapi berkhidmat dan mencintai negeri penuh karisma tinggi.
Setelah 97 tahun Sumpah Pemuda, diharapkan pula para Srikandi muda Indonesia semakin memperoleh kebijakan imperatif negara dan ruang aktualisasi publik yang luas tanpa sekat diskriminasi. Para kaum mudi dan putri-putri Indonesia itu berhak memperoleh akses luas dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan berbagai ranah kehidupan lainnya secara demokratis untuk bersama-sama membangun Indonesia yang berkemajuan. Para Srikandi Indonesia itu sungguh besar potensi dan kompetensinya, sehingga memiliki hak dan segala akses yang luas secara setara dalam berbangsa dan bernegara.
Kaum muda Indonesia juga diharapkan makin banyak menempuh jalan berwirausaha, berniaga, dan menjadi aktor-aktor ekonomi yang sukses di negeri sendiri. Ke depan makin banyak anak-anak Indonesia yang kaya hasil dari jerih payah dengan keringat sendiri, bukan melalui jalan katrol oligarki yang menjerat negeri. Para pengusaha anak-anak negeri itu sepenuh hati mencintai Indonesia dengan jiwa-raga mulia serta mau hidup suka dan duka di bumi tercinta. Bukan tipologi pengusaha yang menjadikan Indonesia sekadar objek mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, setelah terkuras ditinggalkan bak kata pepatah “Indonesia habis manis sepah dibuang”. Jadilah para pengusaha muda yang cinta dan peduli bangsa, serta menjadi pembawa tatanan ekonomi berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Para pimpinan dan aktivis organisasi dan gerakan kepemudaan yang memperingati 97 Sumpah Pemuda, jangan merayakannya dalam baju kemegahan dan glorifikasi yang semu sarat seremonial semata. Wujudkan dan aktualisasikan nilai, spirit, dan cita-cita Sumpah Pemuda itu dalam kehidupan nyata berindonesia, baik dalam kehidupan individu lebih-lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadikan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur Indonesia sebagai trilogi nilai utama dalam menjalani kehidupan berbangsa, bernegara, dan relasi kemanusiaan semesta menuju Indonesia Emas tahun 2045 dan kejayaan masa depan Indonesia Raya.




















