DEMAKMU.COM | MAGELANG – Sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka yang kini diterapkan di Indonesia dianggap sarat masalah sehingga perlu dievaluasi. Demikian kritik Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti.
Dalam wawancara usai peresmian Paud ‘Aisyiyah 2 Bumirejo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Sabtu (31/12), Mu’ti menilai sistem proporsional terbuka menimbulkan praktek politik uang, hingga persaingan tidak sehat antara para calon anggota legislatif.
Akibatnya, tak jarang kualitas anggota legislatif yang terpilih tidak ideal dan buruk.
“Cenderung masyarakat itu memilih figur yang populer dan bermodal, sehingga kekuatan uang memang terasa begitu dominan,” ungkapnya.
Abdul Mu’ti juga berpandangan sistem proporsional terbuka menjadikan peran partai politik melemah karena tidak bisa menominasikan kadernya untuk menjadi anggota legislatif.
“Selain itu, polarisasi politik yang sangat serius. Persaingan menimbulkan politik identitas, yang kadang-kadang dilandasi sentimen-sentimen primordial, baik primordialisme keagamaan, kesukuan, atau kedaerahan,” sambungnya.
Sebagai solusi menggantikan sistem yang dia istilahkan sebagai ‘kanibalisme politik’ itu, Abdul Mu’ti mengatakan Muhammadiyah menawarkan dua opsi sistem pemilu alternatif.
Pertama, sistem proporsional tertutup. Sistem ini membuat pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat.
“Misalnya, partai politik dapat satu kursi. Maka, yang jadi otomatis (kandidat) nomor 1. Sehingga, mereka (kandidat lain) yang di (nomor urut) bawahnya tidak akan memaksa diri untuk jadi (anggota legislatif),” terangnya.
Kedua, sistem proporsional terbuka-terbatas. Sistem ini, kata dia menetapkan kandidat terpilih mengikuti perolehan suara.
Sebagai contoh, dari sejumlah kandidat dalam satu partai politik, calon terpilih adalah yang suaranya memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP).
Usulan terkait sistem proporsional tertutup ini menurutnya juga telah disampaikan Muhammadiyah sejak Tanwir Muhammadiyah 2014 di Samarinda.