DEMAKMU.COM | PURWOKERTO—Indonesia sebagai negara yang luas dan menghadapi permasalahan pembangunan yang tidak merata, menjadikan kesejahteraan rakyatnya berbeda-beda. Termasuk kesejahteraan guru atau pendidik yang mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan anak-anak bangsa di daerah-daerah.
Berkaca dari itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy di acara Seminar Pra Muktamar pada, Sabtu (6/8) di UM Purwokerto meminta Muhammadiyah dan penyelenggara pendidikan di Indonesia untuk memperhatikan kesejahteraan guru-guru mereka.
Terkait masalah kesejahteraan, Muhadjir menemukan fakta bahwa guru ataupun pengasuh pondok pesantren di daerah-daerah masih berada di garis pra sejahtera. Bahkan dirinya masih menemukan guru yang digaji hanya Rp. 100.000 – Rp. 200.000 per bulan. Rendahnya kesejahteraan guru tidak boleh dimaknai itu sebagai keikhlasan.
Khususnya kepada Muhammadiyah, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini mengatakan jika hal itu terjadi maka itu bertentangan dengan visi dan misi Muhammadiyah yang Berkemajuan. Sebab jika gaji guru diberikan sejumlah ala kadarnya, maka dikhawatirkan akan berdampak pada effort yang diberikan ke sekolah Muhammadiyah juga ala kadarnya.
“Karena itu saya sedang merancang gagasan kemungkinan adanya standar insentif nasional, dan kalau idealnya ada dana abadi nasional yang bisa digunakan untuk subsidi atau bantuan pada lembaga-lembaga pendidikan”. Ucap Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pendidikan ini.
Di Muhammadiyah, Muhadjir menyarankan adanya sistem atau model gotong royong atau gendong renteng dalam penyejahteraan guru maupun pengelolaan lembaga pendidikan Muhammadiyah. Hal ini bisa dilakukan dengan saling membahu di internal Muhammadiyah, seperti Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LazisMU).
Di sisi lain untuk memperluas cakupan, Muhadjir juga menyarankan Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP2M) PP Muhammadiyah untuk menyediakan ‘space’ untuk mengakomodir pesantren yang tidak berlabel Muhammadiyah, namun memiliki pandangan serta visi dan misi sebagaimana yang dimiliki oleh Muhammadiyah.
“Karena banyak sekali lulusan pesantren Muhammadiyah, kemudian dia juga membikin pesantren tetapi tidak memberikan label pesantren Muhammadiyah. Karena memang juga dia secara mandiri, dan dari segi pembiayaan tidak tergantung dari Persyarikatan Muhammadiyah. Tetapi secara ideologis, secara substantif dia sebenarnya membawa misi dari Muhammadiyah,” ucapnya.