YOGYAKARTA—Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengadakan Sosialisasi Hasil Hisab 1 Syawal dan 1 Zulhijah 1444 H pada Sabtu (15/04). Sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023. Sosialisasi ini ditujukan untuk menyampaikan hasil hisab Muhammadiyah terkait awal Syawal, karena besar kemungkinan akan terjadi perbedaan dengan Pemerintah Indonesia.
Karenanya, acara ini untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep Hisab Hakiki Wujudul Hilal sebagai metode penetapan awal bulan kamariah yang sah secara syar’i, serta menguatkan pelaksanaan ibadah Idul Fitri dan Idul Adha mengikuti hasil hisab Muhammadiyah.
Materi sesi pertama disampaikan oleh Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, M.A. dengan judul “Hisab dalam tinjauan syariat dan literatur.” Ia menyampaikan tentang beberapa argumen hisab sebagai metode penentuan awal bulan. Pertama, gerak benda langit bersifat teratur dan eksak. Menurut Arwin, melalui observasi dan penelaahan ilmiah, manusia mampu mengamati fenomena bulan dan matahari. Argumen ini ia sampaikan berdasarkan telaahnya terhadap QS. Yunus ayat 5 dan Qs Al-Isra’ ayat 12.
Kedua, sifat informatif-imperative ayat-ayat hisab. Firman Allah dalam QS. Yunus ayat 5, Al-Isra’ ayat 12, dan Yasin ayat 39 tidak hanya berisi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan. Perhitungan ini berguna karena dapat dijadikan dasar penentuan waktu oleh umat Islam yang diterjemahkan dalam hari, tanggal, bulan, dan tahun.
Ketiga, redaksi hadis faqduru lah diartikan sebagai fahsibu lah (maka hitunglah!). Kempat, rukyat diartikan sebagai rukyat bil ‘ilmi. Menurut Arwin, betapapun kata derivasi “ra’a” dalam literatur hadis Nabi saw terkait rukyat bermakna melihat dengan mata, pengertian “ru’yah” itu sendiri secara bahasa dapat pula bermakna melihat secara ilmiah (ilmu). rukyat bil ‘ilmi sejatinya sinonim dengan hisab.
Kelima, sifat ummy (buta huruf dan angka) sudah hilang. Menurut Arwin, saat ini rukyat bukan kriteria mutlak untuk memastikan masuknya sebuah awal bulan. Zaman Nabi Saw menggunakan rukyat karena masyarakatnya masih belum mampu membaca dan menghitung. ‘illat ini telah hilang, sehingga rukyat tidak lagi relevan untuk digunakan sebagai metode penentuan awal bulan.
Keenam, Rukyat adalah sarana, bukan tujuan ataupun cara mutlak dalam penentuan awal bulan. Rukyat bukan merupakan bagian dari ibadah puasa, ia hanya bagian dari cara teknis untuk menentukan masuknya awal bulan. Sehingga mengganti rukyat dengan hisab, tidak menghilangkan esensi dari ibadah puasa.
Ketujuh, hisab bersifat qath’i/yaqin, sedangkan rukyat bersifat zhanni. Kedelapan, analogikan penentuan awal bulan dengan penentuan waktu salat. Jika waktu salat menggunakan hisab, mengapa tidak untuk menentukan awal bulan. “Tidak ada asalan bagi kita untuk tidak menerima hisab dalam penentuan awal-awal bulan hijriah, di antaranya Ramadan, Syawal, dan Zulhijah” ujar Arwin.
Hasil Hisab 1 Syawal 1444 H
Pada sesi kedua, materi diberikan oleh Oman Fathurohman. Judul yang disampaikan adalah “Hasil hisab 1 Syawal dan 1 Zulhijah 1444 H”. Ia menjelaskan cara dan hasil perhitungan awal Syawal dan Zulhijah tahun ini. Tinggi hilal pada awal Syawal di Yogyakarta adalah +01° 47’ 58’’ (sudah wujud). Ketinggian hilal lebih rendah untuk daerah sebelah Timur Yogyakarta, seperti Makassar dan Papua. Sedangkan daerah di sebelah Barat, antara lain Jakarta, Aceh, dan Arab Saudi ketinggian hilal lebih tinggi. “Karena semakin ke Barat, maka tinggi hilal semakin Tinggi,” pungkas Oman.
Sasaran sosialisasi ini ialah warga Persyarikatan dengan mengundang MTT PDM dan PWM di seluruh Indonesia serta dosen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA). Acara tersebut diikuti oleh peserta secara online melalui zoom dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Tarjih Channel.
Dengan adanya sosialisasi yang telah dilakukan, MTT PP Muhammadiyah berharap warga Muhammadiyah memahami hisab hakiki wujudul hilal secara syar’i. Kemudian melaksanakan Idul Fitri dan Idul Adha sesuai dengan maklumat yang telah diterbitkan.