SURAKARTA – Menyongsong proyeksi Muhammadiyah tahun 2050 yang menjadi pembahasan pada RAKORNAS Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Mendikdasmen RI), Abdul Mu’ti menyoroti tantangan besar yang dihadapi Muhammadiyah dalam konteks pengkaderan masa depan.
“Ciri Muhammadiyah adalah organisasi yang bergerak dan berpikir untuk masa depan. Maka, masa depan harus berjalan lebih baik dibandingkan dengan masa lalu,” jelasnya dalam RAKORNAS MPKSDI pada Sabtu Malam (25/10).
Selanjutnya, Mu’ti memaparkan bahwa dalam menyongsong Indonesia 2050, para generasi sekarang memiliki beberapa tantangan penting yang patut di perhatikan.
Mu’ti menyoroti terkait isu ekologis yang mana tantangan ini sudah ada di zaman sekarang. Maka Mu’ti menilai, jika isu ini tidak dapat di atasi dengan baik, maka dunia akan mengalami ancaman yang besar.
“Jika kerusakan ini tidak dihentikan, maka ini akan menjadi ancaman serius yang tak pernah terbayangkan. Kita harus merubah perilaku kita supaya tidak boros. Harus ada perubahan perilaku khususnya dalam konteks melihat dunia yang berubah,” tegas Mu’ti.
Mu’ti menyebut isu well-being akan menjadi tantangan berikutnya. Menurut Mu’ti ukuran kesejahteraan dan kebahagiaan manusia saat ini terlalu berorientasi kepada materi. Dalam hal ini Mu’ti menyebut, manusia merupakan makhluk spiritual yang mencari makna hidup sejati.
“Manusia saat ini akan selalu mencari cara menemukan kebahagiaan sejati. “Believe without belonging” merupakan fenomena yang mengatasnamakan keyakinan tanpa ketertarikan pada agama. Atau dengan kata lain, banyak orang sekarang mengakui agama, tapi tidak mau terikat dengan agama,” jelasnya.
Ketiga, Mu’ti menjelaskan terkait tantangan kependudukan. Fenomena masyarakat sekarang yang banyak memilih tidak menikah dan memiliki keturunan.
“Sekarang ini kan ada gerakan dan pergeseran pandangan hidup tentang relasi suami istri dan makna perkawinan. Kalau populasi itu tidak seimbang, itu juga akan jadi masalah untuk generasi masa depan. Di sisi lain, teknologi saat ini pun juga mulai didorong untuk menggantikan peran manusia dan ini jelas menjadi tantangan kita bersama,” jelas Mu’ti.
Apa yang Perlu Dilakukan Muhammadiyah?
Dalam ketiga poin tersebut, Mu’ti menjelaskan bahwa ketika dunia sudah berjalan secara multinasional dan terkoneksi, maka akan terjadi konvergensi budaya dan nilai. Maka, penting bagi Muhammadiyah untuk terus meyiapkan dan memperkuat generasi masa depan.
“Quran telah memberikan pesan pada kita mengenai future orientation, maka kita perlu berfokus pada usaha-usaha pengembangan sumber daya manusia di Muhammadiyah agar kedepan para kader dapat menjadi kader yang lebih kuat dan berkualitas,” tutur Mu’ti.
Harapan untuk terus mencetak kader yang kuat dan berkualitas menurutnya tak akan menjadi angan-angan belaka jika seluruh tantangan yang ada dapat terus diselesaikan dengan baik dan konsisten.
Maka dari itu, Mu’ti berpesan bahwa kolektifitas kader perlu diperkuat dengan pola-pola pengkaderan spesialis sehingga kedepan para kader di semua tingkat dapat mulai belajar sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.
“Maka, bagaimana well-being itu dapat dibangun dengan kekuatan jasmani, ilmu, iman, dan jaringan. sehingga kemampuan yang mengarah pada potensi ini, disitulah yang akan kita berikan. Maka saya cenderung berpikir bahwa pola-pola pengkaderan kita itu harusnya tidak generalis, namun perlu yang spesialis atau sesuai dengan bidang dan minatnya masing-masing. Dengan begitu, kolektifitas kader kita dapat menjadi kuat,” pesannya. (bhisma)
Fotografer: Daffa




















