Istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur sering disebut dalam konteks keislaman sebagai cita-cita negeri ideal yang makmur, sejahtera, dan diridai Allah. Frasa ini diambil dari surah Saba ayat 15, yang menggambarkan negeri Saba sebagai wilayah yang diberkahi Allah karena penduduknya hidup dalam ketaatan dan harmoni. Konsep ini memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk membangun bangsa yang maju, baik secara spiritual maupun material.
Landasan Spiritual dalam Kemakmuran
Kemakmuran dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dari kekayaan materi, tetapi juga dari kualitas keimanan dan ketakwaan penduduknya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami bukakan keberkahan dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96). Ayat ini menegaskan bahwa keimanan adalah kunci utama menuju kesejahteraan.
Namun, iman tanpa amal saleh ibarat pohon tanpa buah. Untuk mencapai baldatun thayyibatun, umat Islam harus menjadikan nilai-nilai keislaman seperti keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial sebagai landasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Prof. Quraish Shihab, dalam salah satu tafsirnya, menjelaskan bahwa kesejahteraan bangsa tidak hanya berkaitan dengan ekonomi, tetapi juga dengan moralitas individu. “Keimanan yang mendalam akan mendorong manusia untuk menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab, sehingga tercipta keadilan sosial,” ujarnya.
Pilar Kemakmuran Bangsa
Untuk mewujudkan baldatun thayyibatun, ada beberapa pilar yang harus dibangun:
- Keimanan yang Kuat
Keimanan menjadi fondasi yang kokoh bagi bangsa. Keimanan yang kuat membentuk individu yang jujur, adil, dan bertanggung jawab. Dalam skala yang lebih besar, ini akan menciptakan masyarakat yang harmonis dan bebas dari konflik. - Pendidikan yang Berkualitas
Pendidikan adalah kunci kemajuan. Dalam Islam, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap individu. Pendidikan yang baik tidak hanya menghasilkan manusia yang cerdas, tetapi juga yang bermoral dan berakhlak mulia. - Keadilan Sosial
Islam menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil. Konsep zakat, infak, dan sedekah adalah bentuk nyata bagaimana Islam mengajarkan pemerataan ekonomi. Dengan mengurangi kesenjangan sosial, maka masyarakat akan hidup lebih damai dan sejahtera. - Pemerintahan yang Amanah
Pemimpin yang adil dan amanah merupakan syarat penting untuk mewujudkan baldatun thayyibatun. Mereka harus mampu mengelola sumber daya negara dengan bijaksana, tanpa korupsi, dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat.
Baca juga, Wakil Sekretaris PWPM Jateng Soroti Pentingnya Internalisasi Nilai Ideologi di DAD IMM Pesma KH Mas Mansur UMS
Tantangan dan Solusi
Meski ideal, konsep baldatun thayyibatun tidak mudah diwujudkan. Salah satu tantangan utama adalah lemahnya moralitas sebagian masyarakat yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama. Korupsi, misalnya, menjadi salah satu hambatan besar dalam menciptakan keadilan sosial.
Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya pembenahan dalam sistem pendidikan dan penegakan hukum. Pendidikan moral harus menjadi prioritas dalam kurikulum, sementara penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu.
Hamka menyebutkan dalam bukunya, Tafsir Al-Azhar, bahwa bangsa yang beriman tidak akan berkembang jika pemimpinnya zalim. Oleh karena itu, kepemimpinan yang adil dan berintegritas adalah kunci untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut.
Ikhtisar
Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur bukan sekadar konsep utopis, tetapi visi yang harus diupayakan oleh setiap umat Islam. Dengan menjadikan iman, ilmu, keadilan, dan amanah sebagai pilar, bangsa Indonesia dapat menuju kesejahteraan sejati yang diridai Allah.
Sebagai individu, kita harus memulai dari diri sendiri dengan menjaga keimanan, menuntut ilmu, dan peduli terhadap sesama. Dengan usaha kolektif yang konsisten, cita-cita negeri yang makmur dan diberkahi bukan lagi sekadar impian, tetapi sebuah kenyataan yang membanggakan.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha