DEMAKMU.COM | Magelang – Sopan santun merupakan tampilan seseorang dihadapan orang lain, sekalipun tidak menunjukan kebaikan sejati tapi sopan santun tetap penting untuk diajarkan karna sesuai kaidah Fiqih Nahnu nakumu fi dhowahir manusia hanya menilai orang lain sebatas yang nampak.
“Alhamdulillah mengawali pengajian MUHIMU mudah-mudahan ini menjadi yang pertama dan berkembang lebih baik di Pahing berikutnya. Dalam kajian etika ada perbedaan antara sopan santun dan akhlakul karimah terkadang kita tidak berfikir bahwa ada perbedaan antara keduanya”. Ungkap Dr. KH. Tafsir, M.Pd ketua PWM Jateng saat mengisi pengajian Selapanan pada Ahad (3/9) di SMA Muhammadiyah 1 Muntilan.
Pentingnya Sopan Santun
Sopan santun sebatas tampilan seseorang ketika berhadapan dengan orang lain, namun setelah tidak ada orang lain maka sopan santun tidak diperlukan. Sopan santun hanya dibutuhkan ketika ada orang lain. Maka jangan terkecoh dengan orang sopan karna sopan santun bisa jadi pembungkus kemunafikan sehingga orang sopan belum tentu orang baik.
Sekalipun sopan santung hanya tampilan orang lain, hal ini entu saja tidak boleh diabaikan, sopan santun tetap harus diajarkan bagaimana seseorang tampil dihadapan orang lain, selain itu sopan santun juga diperlukan karna merupakan bagian dari kema’rufan jika kita hanya manegandalkan syariah terkadang tidak sepenuhnya ma’ruf.
Implementasi Al-Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari
Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan Tajdid (pembaharuan) yang bersumber kepada Al-Qu’ran dan sunnah, tidak cukup dengan Al-Qu’ran dan sunnah tapi juga dengan Tajdid agar Islam dalam pamahaman serta pengamalannya sesuai dengan perubahan ruang dan waktu.
“Tidak ada Al-Qu’ran dan hadis baru yang perlu di perbarui adalah pemahamannya dan pengamalannya maka disitulah ada Tajdid (pembaharuan)”jelasnya.
Kiai Tafsir juga menambahkan bahwa trend saat ini banyak anak muda tertarik untuk menghafal Al-Qu’ran, sehingga sulit mencari anak muda yang bisa membaca kitab kuning, generasi muda saat ini hanya terjebak kepada menghafal Al-Qu’ran tapi lupa mempelajari Kitab tafsir.
Artinya bahwa Al-Qu’ran hanya dihafal tapi tidak dimengerti maknanya sehingga implementasi Al-Qu’ran dalam kehidupan sebagai ummat Islam tidak ada karena hanya dihafal.
Ia juga mengajak kepada masyarakat Muhammadiyah agar Al-Qu’ran tidak hanya dihafal tapi ditafsirkan dan diamalkan dalam bentuk kehidupan kongkrit, tidak hanya pada kehidupan ritual tapi juga pada kehidupan sosial dan faktual, sehingga Islam benar-benar tercermin dalam kehidupan kongkrit.
Penulis: Mukhlis