DEMAKMU.COM | YOGYAKARTA—Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan Seminar Idul Adha 1443 H. Bekerjasama dengan Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Muhammadiyah Ahmad Dahlan, seminar yang diselenggarakan pada Sabtu (02/07) di aula Masjid Islamic Center UAD ini menyoroti ihwal perbedaan awal Zulhijah serta problem-problem seputar pelaksanaan Idul Adha dan ibadah kurban.
Rektor UAD Muchlas Arkanuddin mengatakan bahwa perbedaan jatuhnya hari besar umat Islam seperti awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah merupakan suatu hal yang wajar. Perbedaan ini bukan semata-mata metode hisab dan rukyat, melainkan terkait kriteria tinggi hilal. pemerintah menetapkan 3 derajat, sedangkan Muhammadiyah kurang dari 3 derajat asal telah terjadi konjungsi dan konjungsinya sebelum matahari terbenam maka telah ditetapkan sebagai bulan baru.
“Dinamika perbedaan-perbedaan ini harus disikapi dengan bijak khususnya sebagai warga muhamamdiyah. Dan UAD merasa bangga telah ditunjuk sebagai host atau tuan rumah dalam seminar ini,” tutur Muchlas.
Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Oman Fathurohman juga turut menyampaikan bahwa perbedaan penetapan awal bulan antara pemerintah dengan Muhammadiyah telah terjadi tidak hanya kali ini saja. Bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di berbagai negara-negara di dunia.
“Idul Adha yang akan datang, Muhammadiyah berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah lewat Kemenag. Perbedaan ini bukan hanya kali pertama tapi sudah kerap terjadi,” tutur Oman.
Oman mencatat, dalam kurun 25 tahun ke depan, yakni dari tahun 1444 – 1468 H atau 2023 – 2046 M diprediksi akan terjadi perbedaan Idul Adha antara Muhammadiyah dan pemerintah sekitar 7 kali atau 7 tahun. Artinya, 7 kali dari 25 tahun itu berarti 25% nya berbeda dengan pemerintah. Selain itu Idul Fitri juga diprediksi akan berbeda 6 kali dan awal Ramadan 3 kali.
“25 tahun ke depan sampai tahun 2046, Muhammadiyah akan berkali-kali berbeda dengan pemerintah, kecuali kalau kriteria pemerintah berubah. Kalau kriteria masih sama maka prediksinya seperti itu. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempersiapkannya,” tutur Oman.
Selain merespon perbedaan awal Zulhijah, seminar kali ini juga turut membahas permasalahan seputar pelaksanaan kurban, seperti berkurban 1 sapi/kerbau untuk lebih dari 7 orang, mengatasnamakan kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, serta inovasi dalam teknis pelaksanaannya seperti kornetisasi atau kalengisasi daging kurban hingga problem mewabahnya virus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan kurban, dan masalah-masalah lainnya.