PURWOKERTO – Pengikut agama dan ideologi apapun di dunia selalu terbagi dalam tiga macam kelompok, yakni radikal, liberal, dan moderat. Ketiganya pun memiliki dalil penunjang klaim kecenderungan mereka masing-masing.
Muhammadiyah sendiri masuk dalam kategori moderat. Bukan tanpa sengaja, tetapi pilihan moderat itu telah ditetapkan oleh para pendiri dan generasi awal Muhammadiyah.
“Muhammadiyah sudah jelas mengambil keputusan dalam paham agama mengambil yang moderat, landasannya adalah Al-Baqarah ayat 143. Ditambah hadis-hadis misalnya ad-dinu yusrun (Islam itu mudah), dan hadis ahabbu ad-din ilallah al-hanafiyyatu as-samhatu (agama yang paling dicintai Allah adalah (yang bercirikan) lurus dan lapang), dan ungkapan populer, khairul umuri awsatuha (sebaik-baik perkara, adalah yang tengahan),” jelas Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, H. Tafsir.
Dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Jumat (1/7), Tafsir lantas menerangkan bahwa jalan moderat itu juga ditetapkan lewat berbagai dokumen resmi organisasi.
“Itulah yang kemudian Muhammadiyah sangat jelas dengan kata-kata ‘jalan tengah’ atau moderat itu di Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua dan juga dokumen-dokumen yang lain bagaimana Muhammadiyah mengambil paham dengan corak moderat,” jelasnya.
Tiga Klaster Moderasi Muhammadiyah: Bidang Politik, Seni-Budaya, dan Paham Agama Moderasi agama Muhammadiyah sendiri kata Tafsir terhimpun dalam tiga bagian. Yaitu moderasi di bidang paham agama, moderasi di bidang politik, dan moderasi di bidang budaya. “Di paham agama, Muhammadiyah berada di antara khalaf dan salaf. Antara penghargaan pada wahyu di satu pihak dan terhadap akal di pihak lain. Itulah paham agamanya,” kata Tafsir.
“Kemudian paham politik juga sama. Moderasi politiknya mengambil antara oposisi dan loyalis, yang sering diistilahkan ‘mitra kritis’. Jadi tidak mengambil oposisi, tapi juga tidak loyalis. Itu sangat jelas dalam moderasi Muhammadiyah. Di Kepribadian Muhammadiyah itu juga sangat jelas. Bagaimana Muhammadiyah bekerja sama dengan kelompok Islam yang lain dalam rangka syiar dan membantu pemerintah bersama komponen bangsa lain membantu bangsa dan negara, dan diperkuat oleh Muktamar Makassar tentang Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah,” terangnya.
“Ketiga, Muhammadiyah juga membangun moderasi budaya. Di satu pihak Muhammadiyah puritan ruju’ ilal quran dan sunnah, tapi di sisi lain apresiasi terhadap budaya bahkan ini menjadi ideologi resmi Muhammadiyah yang ditampilkan lewat dokumen-dokumen resmi seperti Dakwah Kultural Muhammadiyah, Seni Budaya Islam, dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah yang ketiga dokumen ini mengatur secara jelas bagaimana hubungan Muhammadiyah dengan kesenian sehingga meskipun Muhammadiyah seringkali dikategorikan sebagai gerakan Islam puritan, tapi purifikasi Muhammadiyah adalah purifikasi yang kultural, apresiasi terhadap budaya sehingga lagi-lagi Muhammadiyah moderat antara puritan radikal dan kultural radikal,” tegasnya.