SLEMAN – Agar akar sejarah Muhammadiyah lokal tidak tercerabut dari akarnya, Ketua Lembaga Seni Budaya (LSB) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Gunawan Budiyanto mendorong penulisan sejarah Muhammadiyah lokal.
Hal itu disampaikan oleh Gunawan dalam acara Pengajian Ahad Wage yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Moyudan, Kabupaten Sleman pada Ahad (21/7) di Halaman SMK Muhammadiyah 1 Moyudan.
“Penulisan sejarah ini penting bapak ibu. Salah satu cara untuk menghancurkan bangsa itu pisahkan bangsa itu dari sejarahnya,” katanya.
Selain itu, pentingnya menulis dan mempelajari sejarah bagi suatu bangsa adalah untuk menghindari perpecahan. Dia khawatir jika sejarah ditulis oleh ‘orang lain’ akan dipelintir, sehingga memunculkan ketidakharmonisan.
Menulis sejarah Muhammadiyah lokal khususnya ini penting sebagai bahan pelajaran dan merawat ingatan untuk generasi mendatang, sebab generasi yang terputus dari sejarahnya akan kehilangan pijakan.
Terkait dengan penulisan sejarah Muhammadiyah lokal, Gunawan menceritakan bahwa salah PCM di Bantul, yaitu PCM Imogiri pernah menyampaikan keinginannya kepada Gunawan untuk menulis sejarah, dan ditindaklanjuti oleh mahasiswa sejarah UGM atas saran dari Gunawan.
Oleh karena itu, penting untuk berkolaborasi dengan pihak yang memiliki kompetensi untuk menulis sejarah Muhammadiyah lokal. Gunawan menyarankan untuk menggandeng peneliti dari institusi pendidikan.
Dia mendorong PCM Moyudan untuk melakukan penulisan sejarahnya, sebab Muhammadiyah di Moyudan telah ada sejak 1924. Bahkan dari beberapa foto dan dokumen, di waktu itu warga Muhammadiyah juga ikut menyumbang innatura untuk pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah di Jogja.
“Sejarah itu penting harus ditulis, agar generasi muda itu ingat pada sejarahnya. Kalau lepas dari sejarahnya itu sudah selesai,” katanya.
Gunawan berharap, penulisan sejarah Muhammadiyah ini juga akan berdampak pada generasi penerus. Sebab di masa sekarang tidak sedikit anak-anak yang kehilangan ‘nasab muhammadiyahnya’. Bapaknya Muhammadiyah, ibunya ‘Aisyiyah tapi anaknya tidak ikut nasab keduanya.