DEMAKMU.COM | JAKARTA – Melihat kecenderungan anak-anak generasi sekarang yang lekat dengan media sosial dan media digital, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ismail Fahmi menyebut, mereka belajar Agama Islam dan bertemu dengan yang anti Islam.
Demikian disampaikan Founder Drone Emprit pada, Senin (27/3) di acara Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa ‘Strategi Dakwah Digital’. Interaksi mereka dengan pihak yang anti Islam, bahkan anti agama menjadikan generasi milenial ini menganggap agama tidak penting.
Belajar dari kecenderungan tersebut, Ismail Fahmi mengajak supaya metode dakwah yang dilakukan supaya mengikuti perubahan. “Cara komunikasi, cara mencari informasi inilah yang menjadi dasar penting bagi kita harus berubah dalam metode dakwah,” ungkapnya.
Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat berdampak pada goyahnya otoritas keagamaan yang selama dianggap otoritatif. Umat tidak lagi bertanya kepada sosok otoritas tersebut. Pengetahuan keagamaan mereka dapatkan dari artificial intelligence (AI) atau kecerdasan-kecerdasan buatan yang semakin mudah diakses.
Kecerdasan buatan ini secara tidak langsung menjadi ancaman, sebab seringkali mereduksi pengetahuan tentang urusan-urusan keagamaan. Meski sangat membantu, namun informasi dalam media digital juga bercampur dengan informasi sesat, hoak, dan lain sebagainya.
Ismail Fahmi menjelaskan, keberadaan informasi media sosial yang dikonstruksi dalam kecerdasan buatan bisa menjadi senjata yang akan menyerang generasi muda Indonesia, bukan secara fisik melainkan pikiran dan mentalnya yang diserang.
“Berbicara tentang target dakwah ini yang menjadi target (generasi milenial, gen z, dan post gen z) anak-anak kita ini,” tutur Ismail Fahmi.
Dia menyarankan, ketika sudah memiliki target dakwah yang sudah jelas, maka metode dakwah meliputi pola dakwah, model, gaya dan pesannya harus disesuaikan dengan kecenderungan generasi milenial, generasi z, dan post generasi z.
Dampak negatif muncul ketika AI yang digunakan di berbagai macam media sosial tersebut hanya mengejar untung dengan konten-konten informasi yang mengandung permusuhan, perpecahan dan informasi salah, tanpa mempedulikan kemanusiaan.
“Di balik AI itu ada optimasi, yang dioptimasikan adalah attentions economic atau perhatian yang diuangkan.” Ungkapnya.
Perhatian yang bisa diuangkan, kata Ismail Fahmi ada dua yakni like dan discussion – comment. Konten atau informasi yang menimbulkan kontroversi, maka itu selaras dengan timbulnya atensi yang bisa diuangkan.