YOGYAKARTA — Diaspora tidak sekadar perpindahan tempat, tetapi juga simbol semangat hijrah, perubahan, keteguhan, dan solidaritas dalam mengejar mimpi besar. Hal ini disampaikan oleh Hilman Latief dalam Pengajian Ramadhan 1446 H yang digelar PWM DI Yogyakarta pada Sabtu (08/03) di Yogyakarta.
Dalam acara bertema diaspora kader tersebut, Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah RI sekaligus Bendahara Umum PP Muhammadiyah ini mengupas fenomena diaspora Indonesia dan peran strategis Muhammadiyah di dalamnya.
Menurutnya, diaspora Indonesia di era modern telah berkembang pesat sejak abad ke-20. Jutaan warga Indonesia kini bermukim di luar negeri, termasuk kader-kader Muhammadiyah yang menempuh studi atau bekerja di berbagai negara. Mereka bahkan berhasil membentuk Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) dan mengelola amal usaha di mancanegara.
Melihat potensi ini, Muhammadiyah tengah merancang konsep diaspora yang dapat mempercepat internasionalisasi persyarikatan.
“Ke depannya, konsep diaspora akan diproyeksikan dengan gerakan persyarikatan. Internasionalisasi jadi bagian dari program besar yang PR-nya mendorong persyarikatan berkembang di luar dan kader mampu berkontribusi ke negara asalnya,” jelas Hilman dengan penuh semangat.
Namun, diaspora tidak hanya terbatas pada ranah internasional. Hilman menegaskan bahwa diaspora domestik juga menjadi fokus penting Muhammadiyah. Dalam konteks ini, diaspora domestik berarti penyebaran kader-kader persyarikatan ke berbagai sektor strategis di dalam negeri, termasuk birokrasi dan pemerintahan.
Langkah ini dianggap krusial untuk memperkuat posisi Muhammadiyah dalam kehidupan masyarakat sipil dan kebangsaan.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Hilman menekankan perlunya forum-forum yang mendukung distribusi kader secara efektif. Ia juga mengajak Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) serta Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) untuk serius menggarap proyek diaspora kader, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Tak kalah penting, Muhammadiyah perlu membangun tradisi kuat yang mampu menjaga integritas kader saat menghadapi tantangan di luar lingkungan persyarikatan. “Untuk bisa mencetak diaspora butuh mental yang luar biasa. Di Muhammadiyah memang tidak ada tekanan, sedangkan di luar sana tekanannya jelas besar,” ujar Hilman.
Oleh karena itu, Hilman mendorong pimpinan Muhammadiyah untuk mencari kader yang “tengil”, berpendirian kuat, tidak mudah diatur, dan berani bersikap tegas. Ia menilai, selama ini kader Muhammadiyah cenderung terlalu kalem dalam menghadapi dinamika politik dan birokrasi yang keras.
“Mentalitas yang kuat perlu dibangun untuk diaspora. Karena kita dituntut untuk memiliki komunikasi, dialektika dan relasi yang baik. Kita berada di domain publik dan kebijakan yang dikeluarkan harus selaras dan memberi manfaat yang luas,” tutur Hilman.
Lebih jauh, diaspora tidak hanya tentang penempatan kader, tetapi juga membuka peluang mobilitas dan jaringan yang luas. Hal ini memungkinkan kader bergerak leluasa dan memberikan keuntungan bagi Muhammadiyah dalam menyebarkan nilai-nilai Islam Berkemajuan.
“Diaspora tentang bagaimana membuka ruang yang berjejaring dan luas. Mudah-mudahan diaspora kader Muhammadiyah yang selaras dengan visi kebangsaan bisa dibangun,” harap Hilman.