DEMAKMU.COM | SOLO – Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Solo 18-20 November 2022 tak hanya dihadiri sejutaan penggembira. Selain itu, sekitar 100 tokoh agama dunia akan ke Solo untuk berbicara soal perdamaian dunia dan kerja sama peradaban.
Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC) Din Syamsuddin menyampaikan hal itu dalam seminar pra muktamar Muhammadiyah di Edutorium K.H. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Senin (30/5).
Seminar yang diadakan sebelum muktamar itu membahas strategi internasionalisasi Muhammadiyah, menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Din Syamsuddin, Amien Rais, Abdul Mu’ti, Rizal Suka, Ruhaini Zuhayatin, Hilman Latief, dan sebagainya. Din yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menyatakan peran Muhammadiyah memiliki kesempatan untuk menyampaikan gagasan Islam jalan tengah (wasathiyah) atau moderat kepada dunia. Apa yang dijalankan Muhammadiyah cocok untuk dunia Islam.
Sayangnya, kata dia, Islam Indonesia kadang masih dipandang sebelah mata dan dianggap remeh. Untuk menghapus kesan itu, Din menyatakan perlu berbagai kegiatan mengundang tokoh-tokoh dunia ke Indonesia. “Kita jadi pengundang, bukan yang diundang,” ujar Din.
Din yang kini memimpin CDCC akan menjadikan momentum muktamar Muhammadiyah di Solo untuk memperlihatkan peran Muhammadiyah dan umat Islam Indonesia di tingkat internasional. CDCC akan menggelar dialog yang dihadiri tokoh-tokoh agama dunia pada 15-17 November 2022. CDCC bekerja sama dengan UMS selaku tuan rumah muktamar ke-48 Muhammadiyah. CDCC adalah Lembaga internasional yang merajut hubungan dalam bentuk dialog dan kerja sama antarperadaban, agama, dan budaya.
Din menyampaikan Muhammadiyah sangat qualified menjadi motor penggerak tak hanya di Indonesia, juga dunia. “Infrastruktur gerakannya cukup kuat,” ujar Din.
Sekarang di berbagai belahan dunia terjadi konflik dan peperangan. Rusia dan Ukraina perang. Lalu ada konflik bersenjata di 120 lokasi di dunia, manusia saling bunuh. Selain konflik, ada pula masalah kemiskinan, kesenjangan, kerusakan ekologi, hingga kekerasan. Di dunia Islam juga sama. Umat Islam, kata dia, juga dilanda kemiskinan, kebodohan, dan sulit bersatu.
“Juga tampilnya kelompok-kelompok yang membawa pesan Islam atau membawa Islam dengan kekerasan baik verbal dan lain-lain,” ujar Din.
Belum lagi ada kebencian terhadap Islam. Namun demikian, dia melihat menjadikan masalah dan tantangan itu menjadi peluang bagi Muhammadiyah untuk terlibat dalam peran global.
Din menyebut ada 29 pimpinan cabang istimewa Muhammadiyah (PCIM) di berbagai negara. Kemudian Muhammadiyah memiliki sister organization, yaitu organisasi yang memiliki kesamaan dengan persyarikatan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan, baik logo hingga corak gerakannya. Namun, sister organization itu tak ada hubungan struktural dengan Muhammadiyah Indonesia.
Selain sebagai tempat berkumpulnya keluarga besar Muhammadiyah di luar negeri, PCIM juga menjadi duta maupun mediator dengan lembaga pendidikan, pemerintah, dunia usaha, termasuk untuk berdakwah untuk kalangan setempat. “Kalau ini saja bisa kita lakukan, internasionalisasi Muhammadiyah lebih baik,” ujar dia.