DEMAKMU.COM | PUSAT – Internasionalisasi Islam Indonesia yang dilakukan Muhammadiyah merupakan upaya melakukan internasionalisasi pandangan keislaman ala Muhammadiyah bagi dunia global. Selain state of mind – pandangan keislaman, internasionalisasi Muhammadiyah juga pada dimensi struktur.
Pandangan keislaman yang dimiliki oleh Muhammadiyah yakni toleran, moderat, tidak fanatik secara berlebihan terhadap salah satu madzhab, damai, giat beramal dan seterusnya, menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pandangan khas tersebut merupakan distingsi Islam Indonesia yang dunia global perlu mengetahuinya.
Pandangan khas keislaman Indonesia tersebut, kata Haedar, bisa diajukan sebagai solusi atas carut marutnya dunia dalam memandang Islam. Kenyataan tersebut tidak bisa disalahkan, sebab faktanya Dunia Islam di Timur Tengah sebagai representasi Islam sedang mengalami kisruh atau konflik, baik internal maupun eksternal.
Namun demikian, Haedar menjelaskan bahwa meski Islam yang selama ini direpresentasikan oleh Negara-negara Arab atau Timur Tengah menjadi pemicu pandangan negatif dunia global terhadap Islam, tetapi internasionalisasi Muhammadiyah bukan sebagai bentuk anti Arab dan pandangan keislaman dari belahan dunia yang lain.
“Muhammadiyah meski melakukan internasionalisasi Islam Indonesia, akan tetapi bukan berarti Muhammadiyah meminggirkan kebesaran dan tidak anti Arab”. Ucap Haedar pada, Selasa (7/6) di acara menerima kunjungan dari Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.
Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengatakan, khazanah keislaman yang sudah mapan seperti dari Dunia Arab, termasuk Mesir dan sekitarnya, serta pandangan keislaman yang berasal dari Barat perlu untuk dipertemukan atau integrasi dan interkoneksi dengan pandangan keislaman Muhammadiyah atau Indonesia.
“Sehingga kita menemukan pandangan keislaman yang meluas, saling berjumpa dengan yang lain, dan tidak saling curiga”. Tuturnya.
Terkait dengan beberapa kelompok Islam yang anti Arab menurutnya disebabkan salah persepsi terhadap terma radikalisme. Haedar menyebut bahwa, melihat fenomena radikalisme-ekstrimisme tidak boleh dengan cara yang ekstrim pula. Dia menyarankan untuk melihat fenomena apapun termasuk radikalisme-ekstrimisme dengan adil dan moderat, supaya tidak menciptakan radikalisme-ekstrimisme yang lain.