DEMAKMU.COM | LAMONGAN– Menghadapi fenomena politik, termasuk Pilkada Serentak 2024, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir ajak warga Persyarikatan kembali pada sepuluh Kepribadian Muhammadiyah.
Ajakan tersebut disampaikan Haedar pada Sabtu (19/10) ketika meresmikan Universitas Muhammadiyah Lamongan (UMLA) Tower. Menurutnya, jika warga Muhammadiyah meresapi sepuluh poin Kepribadian Muhammadiyah tidak akan canggung apalagi linglung menghadapi fenomena politik.
Kepribadian Muhammadiyah ini, katanya, menjadikan dirinya kokoh dalam mengambil sikap sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah di tengah derasnya arus, tarikan kanan maupun kiri ketika momen pemilihan umum dilakukan.
Sikap yang diambil oleh PP Muhammadiyah dalam setiap momen politik tanah ini seperti posisi yang diambil Kiai Ahmad Dahlan. Pasalnya, meski sebagai Penghulu Keraton, namun Kiai Dahlan tetap kokoh menjaga independensi, di sisi lain juga tidak main hantam, atau tunduk.
Namun, disayangkan bahwa nilai besar yang ada di Muhammadiyah tersebut gagal untuk dijadikan identifikasi individu warga Muhammadiyah maupun organisasinya.
“Kalau sudah senang dan tidak senang itu menjadi partisan. Kalau pas senang dukungnya berlebihan, kalau pas tidak senang nolaknya berlebihan. Menurut saya itu tidak paham Kepribadian (Muhammadiyah), karena Kepribadian itu menjadi identifikasi kita dan merasuk ke dalam diri kita,” katanya.
Selain Kepribadian Muhammadiyah, Haedar pada kesempatan ini juga mengajak warga Persyarikatan untuk membaca, memahami, dan mengaktualisasikan Risalah Islam Berkemajuan dalam berorganisasi, maupun diinternalisasikan dalam setiap individu.
Merespon realitas warga, bahkan mubalig Muhammadiyah yang acapkali menyelisihi putusan organisasi, Haedar mengutip ucapan Kiai Dahlan, bahwa orang suka senang dengan apa yang dia pikiran sendiri, dan sudah terbiasa dengan tafsirnya sendiri.
Padahal produk pemikiran maupun kerangka pemikiran sudah dirumuskan oleh Muhammadiyah, namun masih saja banyak kader bahkan mubalig yang menyelisihi. Terkait fenomena itu, Haedar mengira itu disebabkan karena kurangnya membaca produk-produk resmi organisasi sendiri.
“Sehingga jadikan Risalah Islam Berkemajuan itu hidup menjadi identitas organisasi dan identitas diri,” katanya.
Terkait kegaduhan akhir-akhir ini, Haedar memprediksi itu disebabkan karena masalah politik. Sebab sikap politik yang kerdil dapat merusak cara berpikir dalam melihat realitas yang besar.