DEMAKMU.COM | JAKARTA – Selama ini pemaknaan ibadah Iduladha lebih dominan dimaknai dalam segi ritual dan spiritualitasnya saja. Padahal dalam konsep syariat, ibadah terdiri dari tiga dimensi yakni niat, kaifiyah (tata cara pelaksanaan), dan hikmah (nilai-nilai yang terkandung).
Karenanya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mendorong Majelis Tarjih beserta mubalig dan dai-dai Muhammadiyah untuk memperhatikan pengenalan aspek hikmah Iduladha kepada umat. Termasuk mengkaji lebih jauh berbagai aspek yang terkait dengan Iduladha.
“Ini perlu jadi kajian kita karena banyak sekali berbagai pemahaman dan penyelenggaraan Idulqurban yang perlu kita perdalam lagi dimensi dan aspek-aspek di dalamnya. Selama ini, kencenderungan umum ketika memahami ibadah itu sangat menekankan aspek-aspek spiritual, dan terkait kurban sangat menekankan penyembelihan saja,” kritiknya.
Dalam ifititah Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, Jumat petang (16/6), Abdul Mu’ti menekankan pentingnya transformasi nilai hikmah itu agar umat memiliki pemahaman yang lebih kaya dan dapat mengamalkan momentum ibadah Iduladha secara komprehensif.
Dalam Iduladha sendiri, kata dia ada banyak aspek yang dapat dipelajari. Misalnya teladan dari Nabi Ibrahim dan keluarganya dalam mentaati perintah Allah walaupun berat, misalnya berhijrah dari Palestina ke Makkah atau ketika mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail.
Dari kisah Ibrahim, juga tersirat banyak pesan-pesan utama seperti kesetiaan seorang istri, pentingnya posisi keluarga dalam membangun peradaban, kepatuhan dan bakti seorang anak, hingga keteguhan akidah dan cara Berislam yang hanif.
“Tentu saja makna simbolis ketika Allah Swt mengganti Ismail dengan sembelihan yang hebat sebagai sebuah pelajaran betapa ketika orang meraih kejayaan dia tidak boleh mengorbankan sesama umat manusia. Dia tidak boleh menjatuhkan orang lain demi kejayaan dirinya, tapi justru harus senantiasa menempatkan dan memuliakan manusia sebagai makhluk Allah yang mulia,” pesannya.
“Dalam situasi seperti inilah kurban juga punya makna tidak penyembelihan semata, tapi menjadi sebuah ritual di mana kita membunuh sifat-sifat kebinatangan dan sifat tercela dalam diri kita maupun dalam konteks yang luas mentransformasikan sikap rela berkorban dan sikap di mana kita senantiasa menjaga kemuliaan diri dan kemuliaan keluarga dan membangun moralitas itu sebagai bagian dari kita membangun kejayaan umat dan kejayaan bangsa,” imbuh Mu’ti.
“Dimensi-dimensi inilah yang saya kira menjadi bagian penting dari ibadah kurban itu sehingga sekali lagi kurban itu tidak sebatas penyembelihan, tidaklah sebatas pesta-pesta kita masak daging yang enak-enak, tapi adalah bagian dari kita mengikuti sunnah Rasulullah dan mentransformasikan nilai-nilai ibadah kurban itu dalam kehidupan pribadi kita di dalam keluarga, di dalam kita ini hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tegasnya. (afn)